Senin, 10 Desember 2007

MUSIK BERWARNA MERAH NAFSU (Sebuah Aforisma)

Oleh : Shaff Muhtamar

Ada musik yang membuat kita berguling-guling dilantai dengan keringat hangat bercampur daki dari debu yang bertebaran disetiap dinding gelap dengan lampu temaram berwarna merah bernafsu. Musik dengan dentuman dan hentakan yang lahir dari detak jantung yang dipicu perasaan melayang-layang di langit-langit ruangan yang penuh kepul asap rokok dan aroma alkohol. Aku kerasukan hantu setelah menegak sebutir pil harapan untuk rasa senang yang tanpa ujung. Musik itu mengantarku mengawang diatara kebodohan dan ketololan, diatara gengsi dan rasa percaya diri, diatara nasfsu setubuh dengan akal yang mati, diatara remang dan cahaya yang tiada pernah ada.

O betapa menyenangkannya jiwa yang diselimuti dentuman musik dari piringan hitam yang bundar dengan seulas kabel yang tersambung ke jangtung dajjal. O o pelukan perempuan itu membuatku lupa segalanya dan bahkan arti sebuah pelukan yang menyesatkan dari tangan lembut perempuan malam yang diutus jin-jin gentayangan dibalik tembok tertutup rapat dan gedung-gedung bangkai disetiap kota ketika malam hendak beranjak tua. Aku adalah manusia yang telah engkau campakan dari puting susu bunda kehidupan, sejak kecil hingga aku besar diasuh oleh laki-laki dan perempuan bermata satu itu. Sepasang suami istri yang begitu beribawah dibawa cahaya keingkaran atas segala yang suci. Sepasangan mahluk yang mengikat janji dalam kemarahan yang sangat, dendam yang memuncak tiada mati diubun-ubunya, keserakahan akan dosa dan keburukan, yang berikrar sehidup semati dalam kubangan lempung paling busuk yang pernah tercium oleh hidung mahluk manusia, dalam semangat penghancuran rumah-rumah suci, dalam semangat pembunuhan hati-hati yang bersih dan harapan akan cahaya murni semesta.

Terus saja nikmati musik buatannya yang telah diraciknya dari susunan irama dan nada yang akan mendekatkannmu pada kemabukan akan kebodohan, kerapuhan jiwa, kematian hati dan ketiadaan semangat untuk hidup. Seluruh urat nadi kita akan disusupinya dengan zat berwarna hitam dari jiwa retak dan kering hingga jantungmu berdentum seirama nafsu binatang yang tiada perna berhenti melampiaskan kepuasannya dalam segala tindakan yang paling buruk. Dan teruslah menikmati jamuannya di atas meja para biduannya yang menyanyikan lagu penuh pesona nafsu ular yang meliuk pada pohon kaktus yang kering. Mencengkram setiap detak nafasmu yang tersengal mendengar dengus desahnya yang menggoda hingga engkau terkapar disudut ranjang kemeranaan yang tiba-tiba muncul saat sesaat selesai membuncah kelelahanamu diatas tubuh perempuan ketidakmengertianmu yang paling totol itu. Orgasme itu telah menghantarkan kita kegerbang kerajaan kegelapan dimalam penuh kepul asap hura-hura dan aroma kematian jiwa.


Ada musik jiwa bagi yang hatinya telah menghitam diderah derita jiwa bertahun-tahun. Derita yang bermula dari ketidaktahuan hingga menjelma penginkaran lalu menjadi kebanggaan atas segala laku yang berbau comberan. Musik itu adalah suara-suara bisikan jiwa kita yang sebelah kiri dan kanan yang mencampuradukan antara ketidaktahuan dan kesombongan, antara pengetahuan dan keangkuhan, antara kebaikan dan keburukan dan antara kebencian dan cinta secara bersamaan. Musik yang telah melemparkan kita kedalam kemabukan dan kemabukan yang telah menipu diriku dan setelah itu membiarkan aku sendirian dalam rasa sakit dan derita muntah-muntah dan perkelahian dijalan serta tabrakan mendadak yang setiap aku mabuk kejadian tak menyenangkan selalu saja menemaniku sebagai sahabat sejati. O tapi tunggu dulu, bukan itu maksudku sebagai teman sejati dari kemabukanku, tetapi kecintaan yang terpaksa tulus pada seluruh jelmaan keburukan yang paling menghancurkan dan meremuk-redamkan sebongkah hati yang masih perawan ini.

Itulah yang aku maksud sahabat sejati dari kemabukan dari sebab musik yang sementara kita bicarakan ini. Musik yang setiap pagi engkau rindukan dan setelah malamnya engkau mencari sumber suara itu dilorong-lorong kota mati yang dibangun orang-orang dengan berton-ton alkohol dan morfin. Dan saat menjelang fajar lagi, kita dibuai kembali harapan untuk kembali pada malam yang penuh suara musik itu untuk kembali lagi kefajar menjemput harapan utuk mabuk lagi dimalam harinya. O betapa derita batin kita telah abadi karenanya, maka ucapkanlah selamat atas kedua bapak-ibumu yang bermata satu itu kawan. Jangan menjadi anak haram yang mengikari rahim kelahirannya. Bergabunglah terus dalam rumahnya yang gemerlap itu sebagai keluarganya yang abadi hingga seluruh jiwamu mengamba pada keduannya dan menjadikannya petunjuk hidupmu yang paling penting dan utama. Hingga kelak kita tak tahu lagi selain nyanyian dan musik ular yang meliuk menari selalu dalam jiwa kita yang retak-retak itu. Maka… tuhanlah ia.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda