BERUMAH DALAM USLAH
Dunia saat ini sedang dilanda pandemik. Virus Covid-19 menyebar bagai hantu keseluruh penjuru bumi. Dalam waktu yang singkat jutaan nyawa manusia terenggut oleh serangannya. Kematian begitu masif terjadi dari Timur ke Barat. Dunia sedang dilanda petaka dalam bentuk bencana kesehatan yang mengerikan. Dua tahun sejak pertamakali virus tersebut terjangkit di Wuhan China tahun 2019, kehidupan dunia dicengkeram pembatasan kegiatan di dalam rumah. Dunia nampak sedang istirahat dari hiruk pikuknya. Sepi seolah hantu-hantu berkeliaran di jalan-jalan untuk memangsa orang yang keluar dari rumahnya.
Sebelum pandemik Covid-19 seluruh manusia bumi begitu sibuk dengan dunia tiada henti, sepajang waktu, sejak matahari terbit hingga terbit kembali. Tiada waktu untuk jedah mengejar kehidupan duniawi hingga ‘lupa waktu’, seolah tidak ada waktu, yang ada adalah kerja, kerja dan kerja. Dunia akhir zaman menampakan wajahnya begitu nyata. Manusia hidup hanya untuk kesejahteraan dunia semata. Pasca pandemik virus, segera akan disusul bencana lain alam berupa pemanasan global yang akan berimpikasi pada makin banyaknya peghuni bumi yang akan lenyap. Dunia manusia akan terus menerus dirundung gelombang duka yang bergulung-gulung, menggilas tanpa ampun kehidupan manusia. Betapa malang kehidupan menjelang waktu akhir dari dunia ini.
Syekh Hisyam Kabbani menyebut: banyak orang yang telah mati, dan mereka memprediksi bahwa akan ada lebih banyak lagi orang yang akan mati. Oleh sebab itu kita harus mengikuti persiapan-persiapan yang diajarkan oleh para Awliyaullah dan membaca Hadits Rasululullah (saw) tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada akhir zaman. Kematian yang masif secara global sebagai dampak pandemi virus adalah bagian-bagian utama dari tanda akhir bagi zaman. Karena itu Syekh Hisyam mengajak kita mengikuti para Awliyaullah untuk memperoleh keselamatan di akhir zaman ini. Akhir zaman adalah perjalanan yang penuh onak bencana dan duri petaka, begitu berat bagi manusia. Manusia tidak akan mampu megahadapi suasana dan keadaannya dengan mengandalkan kemapuan manusiawinya (uang, organisai-negara, sains dan tehnologi). Karena seluruh kesulitan dan derita yang hadir pada kehidupan manusia di akhir zaman adalah hukuman Tuhan akan kealpaan manusia atas diriNya.
Telah diturunkan lengkap seluruh peringatan dalam teks-teks suci serta para utusanNya (para Nabi dan Awliyaullah), namun pembangkangan atas perintah dan laranganNya tetap saja berlangsung hingga hitungan abad berlalu. Maka setiap tangan akan menangung apa yang telah diperbuatnya di alam semestaNya ini, yang telah diperuntukan bagi kehidupan manusia sebagai kemurahanNya. Namun manusia tidak melihat itu sebagai kemurahan dariNya. Alam semesta dianggap tiada bertuan maka siapa yang memiliki kuasa dialah yang akan mengambil sebanyak-banyak kenimaktannya, bahkan dengan tanpa rasa puas. Terus-menerus begitu dengan tiada pernah lagi melihat lagi pada Tuhan yang menciptakannya untuk mereka.
Ada dua golongan yang menghuni bumi ini, satu golongan yang pempercayaiNya dan satu lagi yang mengingkariNya. Bagi yang mempercaiNya akan ada rahmat kebaikan sebesar kapasitas keperayaan yang dimilikinya. Bagi mereka diberi naungan dalam kepercayaanya pada spritualisme agama-agama samawi. Bagi kaum muslimin adalah kepatuhannya pada al-Quran suciNya dan Sunnah kekasihNya Nabi SAW, adalah naungan yang kokoh baginya.Jalan-jalan keselamatan akan di tunjukkan melalui keberkahan Rasullulah SAW melalaui ibadah yang dikerjakannya.
Segala apa yang menimpah ummat manusia diakhir zaman, adalah wujud kemarahanNya, kata Syekh Muhammad Nazim al-Haqani. Bagi ummat Rasulullalh, seharusnya dimaknai sebagai ‘peringatan’ untuk makin meningkatkan kedekatan kepadaNya. Dengan makin menjalankan ibadah secara lebih khusyuk dan kembali meneguhkan niat karenaNya semata-mata. Niat duniawi jika masih terlintas dalam benak, sedapat mungkin di tepis sedemikian rupa hingga, niat itu suci kembali kepadaNya saja sebagai yang Haq. Jalan-jalan para Awliyaullah sebagai tariqah, dapat menjadi contoh untuk dijalankan secara benar. Salah satunya apa yang dinamakan sebagai ‘uzlah dalam tasawuf. Tradisi ini berasal dari Rasulluah SAW yang diteruskan para sahabat dan ulama-ulama sufi atau Awliyaullah.
Selama dua tahun manusia dunia ‘terisolasi’ dalam rumah sebagai pelaksanaan kebijakan negara untuk menangani paparan covid-19. Sebagian besar manusia gusar dengan tetap dirumah tanpa kegiatan mencari kehidupan duniawi. Hal yang tidak bisa dilakukan bagi manusia modern. Melalui bencana pandemi ini, Tuhan ingin manusia kembali ke-diri-nya yang lebih sejati, agar bisa kembali mengenaliNya. Namun kelihatnya sebagian besar manusia tidak lagi bisa mendengar ‘teriakan’ surgawi yang amat besar itu. Dengan ‘kembali ke rumah’ manusia sepatutnya memahami sinyal surgawi itu untuk kembali ke-diri sejatinya dengan ibadah. ‘uzlah adalah jalan para orang-orang sholeh untuk kembali mengenal diriNya dengan mengambil posisi ‘mengasingkan diri’ terpisah dari yang ramai, agar bisa fokus untuk Tuhannya dalam ibadah yang intens.
Semangat materialisme sepanjang abad modern, menjadi akar dari keringnya semangat spritualisme manusia akhir zaman. Materialisme sebagai semangat kecintaan pada kebahagiaan duniawi sekaligus menyebab muculnya beragam ketidakseimbangan kehidupan, karena titik berat orientasi manusia hanya pada sisi materi, sementara sisi spritual terabaikan. Padahal hanya pada jalan spritualnya manusia bisa kembali kepada penciptaNya. Sisi yang terabaikan ini sesungguhnya ada hak untuk dilayani, karena merupakan bagian dari salah satu dari dua sisi hakikat eksistensi manusia. Bagi kaum beriman dengan jalan ‘uzlah kehidupan spritual itu akan makin subur karena adanya kedekatan pada Tuhannya.
‘Uzlah yang berarti ‘mengasingkan diri’ merupakan dasar semua ibadah yang baik. Ibadah yang khusyuk adalah ibadah yang dikerjakan karena ‘cara’ ‘uzlah. Artinya ketika ibadah itu dilaksanakan kita “tidak sedang dalam keramaian”, tetapi “kesunyi-senyapan diri yang sendiri” menghadap Tuhan. Jika masih ada dalam pikiran dan perasaan hati tentang dunia dalam proses ibadah itu, berarti ibadahya belum dilakukan dengan ‘uzlah. Hakikat uzlah sebagai pengasingan diri, adalah bahwa niat ibadah kita telah terhindar dari hiruk pikuk cinta dunia. Sehingga ibadah yang dikerjakan itu semata-mata karena menjalankan perintahNya, semata-mata sebagai bukti taat padaNya. Jika tercampur dengan urusan lain selain ‘penjalankan perintah’ atau ‘ketaatan’, maka ibadah itu dilakukan dengan tidak ‘uzlah. Ibadahnya menjadi ‘uzlah jika hanya ‘dirinya sendiri’ yang menghadapNya, tanpa embel-embel duniawi.
Melalui bencana pandemi Covid-19 ini, dan ragam malapetaka lainnya, sesungguhnya Tuhan yang Maha Pemurah, ingin agar ummat manusia ‘menyendiri dalam rumah hatinya’ bersemedi untuk merenungkan kembali hubungannya dengan penciptanya selama berabad-abad ini, apakah masih menerimaNya atau sudah “menolakNya” sama sekali. Bagai ummat Rasulullah menjadi momen untuk makin menunjukkan kesetiaan padaNya, pada kekasihNya dan pada para wakil kekasihNya, dengan makin kokoh dalam ketaatan akan perintah dan larangan suciNya. Menekankan pada hakikat ibadah yang bersendikan jalan ‘uzlah.
‘Uzlah adalah rumah yang damai untuk dihuni saat situasi yang demikian runyam saat di akhir zaman ini. Menarik diri dari keramaian (cinta dunia) kemudian memasuki bilik-bilik sunyi hati yang merindu pada ridhoNya melalui perintah-perintah ibadah yang diperkenankaNya, maka akan makin meguhkan keprcayaan pada diriNya sebagai iman yang dibutuhkan bagi kebahagiaan hidup lahiriah dan bathinia, dunia dan akhirat.
‘Uzlah adalah rumah hati yang sunyi dari kehadiran duniawi. Rumah tempat rohani manusia didiik bagi kedewasaan dirinya agar kokoh kakinya berpijak di tanah duniawi dan ringan langkahnya menuju pelataran surgawi. ‘Uzlah adalah jalan sunnah para utusaNya, sejak Nabi Irahim hingga jujungan mulia ummat manusia Muhammad SAW. Dan jalan yang ditempuh para pecinta utusanNya, para Awliyaullah sebagai alim, sholeh dan ulama sejati.
‘Uzlah adalah tempat dimana tidak ada pemandangan, pendengaran, pikiran dan perasaan yang akan mengalihkan perhatianmu dariNya. ‘Uzlah adalah usaha yang sungguh-sungguh menghidari keraiaman mahluk menhuju kesendirian bersama Pencipta.
#Narasi di Ujung Senja (inpirasi dari syuhbah-syuhbah Syekh Hisyam Kabbani tentang Tanda-tanda Kiamat)
SM, Rabiul Awal, 1443 H.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda