LARIBETA ANWAR NASYARUDDIN, HISTORIAH MANUSIA MERDEKA (REMAH CERITA LOKAL MENOLAK TAKLUK)
Veteran Itu, Keturunan Laribeta, sebuah cerita pendek (Cerpen) terbitan koran Fajar edisi, minggu 1 September 2019. Membacanya, mengingatkan kita akan tiga hal dalam sejarah panjang penjajahan negeri ini: perjuangan dengan segala deritanya, pahlawan dengan segala pujiannya dan kemerdekaan dengan segala kebahagiaannya. Sebuah karya sastra selayaknya dipandang sebagai tonggak bagi pengingatan. Karena kealpaan kita adalah akibat ingatan bersembunyi dibalik gulita. Kembalinya ingatan ibarat kembalinya cahaya kesadaran diri. Sastra dalam segala bentuknya sedapat mungkin mengambil posisi sebagai percusuar ditengah lautan yang hadir memberikan pengingatan-pengingatan itu. Pengingat bagi jiwa terdalam manusia. Dalam kesadaran inilah saya membaca Veteran Itu, Keturunan Laribeta. Sehigga, jika terdapat penilaian atas karya ini, ini sifatnya impersonik semata-mata.
Penulisnya, Anwar Nasyruddin, memusatkan cerita pada ‘nostalgia’ abad 18 Mappesonang, mengenai perjuangan gigih leluhurnya melawan nafsu kuasa bangsa imperium Belanda. Leluhurnya adalah pemegang waris kerajaan kecil di sebuah wilayah pesisir. Akibat sikap agresor kaum kulit putih itu, kearajaan kecil ini takluk, sebagian keturunan kerajaan menolak takluk dan hengkang dari pesisir menuju hutan pengunungan, membuka wilayah bagi kehidupan baru dengan tetap dalam semangat merdeka tiada mati sejak awal. Disinilah sebutan laribeta kemudian mengambil tempat pada jiwa mereka. Yang menurut penulisnya, laribeta adalah semangat menolak takluk dalam cekram tangan penjajah, meskipun meninggalkan tanah lahir. Cerita berakhir ketika si tokoh aku diajak Mappesonang yang tokoh veteran itu ziarah ke makam leluhur orang-orang laribeta. Dan nostalgia tetang perjuangan melawan agresor berhenti dalam kebangaan bersama senyum jiwa yang tiada pernah dijajah.
Substansi cerita sesungguhnya laur biasa, karena menyangkut jiwa manusia-manusia merdeka. Namun bangunan setingnya belum menunjukkan ‘alur historis’ sebenarnya. Corak lokal yang sejak awal ingin dikenalkaan penulisnya, hanya berhenti pada nama tokoh utama, dan menjadi mengendur karena tidak memastikan ‘tempat-tempatnya’ dalam sebutan lokal. Lokalitas dalam nama maupun tempat seharusnya mendapat porsi dominan sehingga cerita ini menujukkan khas suatu sejarah di “Sulawesi Selatan”. Mengingat sumbernya adalah narasi lokal tentang sebuah kerajaan kecil di pesisir Sulawesi Selatan yang diabad 18 menjadi korban imperium agresor Belanda ketika itu, maka kekentalan aroma khas ‘Bugis-Makassar’ harus dapat terasa dalam cerita ini.
Sebagai cerpen bernafas sejarah, Veteran Itu, Keturunan Laribeta ini, belum dapat sepenuhnya menunjukkan eksistensinya sebagai ‘cerpen sejarah’ secara tehnis. Namun bahwa pilihan tema garapan, penulisnya dapat dikatakan memiliki tingkat ‘renungan’ memadai karena telah memperkenalkan istilah Laribeta dalam makna freedom from escape, meminjam istilah Erich Fromm, dari labirin sastra bersetting sejarah lokal perjuangan kemerdekaan. Pilihan ini dapat membawa kita kepada renungan lebih jauh, mengenai pentingnya ‘mengingat kembali’ masa silam demi ‘masa depan’. Bahwa penjajahan ‘masa silam’ adalah pengalaman yang mengajarkan pentingnya kemerdekaan ‘masa depan’. Bahwa berlari dari kenyataan penderitaan penjajahan adalah kehormatan bagi jiwa yang, hakikatnya senantiasa merdeka.
SM, Makassar, 4 September 2019
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda