Minggu, 26 Agustus 2007

Menanti Si Bulan Perawan

Dalam kalender Islam, saat ini kita berada di bulan Rajab. Sebuah bulan yang merupakan gerbang masuk ke kota bulan perawan; bulan ramadhan. Begitu sering para bijaksanawan mengomentarinya. Seluruh dunia akan menyambut datangnya sang bulan suci. Ini adalah tradisi masyarakat muslim yang dilakukan dari sejak awal berdirinya hingga kelak dunia ini berakhir sejarahnya.

Bulan ramadhan bagi orang dan masyarakat Muslim adalah bulan khas, unik dan berbeda. Banyak hal yang membedakannya dengan bulan-bulan yang lain. Beberapa yang paling nyata antara lain adalah adanya perayaan sambutan yang sering dilakukan oleh masyarakat desa dengan ritual-ritual tertentu. Bagi masyarakat kota biasanya dengan menggelar event-event keagamaan; adanya sholat malam berjamaah (Tharaweh), sholat subuh rame-rame dilanjutkan jalan pagi rame-rame, pola makan yang berbeda karena setiap jelang subuh kita harus bangun makan sahur, dan lain-lain.

Perasaan muslim yang setiap tahun melakoni ibadah puasanya dalam bulan ramadhan dengan tulus, akan merasakan suasana hati yang damai dan gembira setiap bulan itu datang menjelang. Seolah ingin menjemput kehadiran bidadari membawa reski keberuntungan dan keberlimpahan rahmat, emosi orang-orang ini hanyut dalam ritme kesyahduan religius. Tapi tentu tidak semua dari kita masyarakat muslim mampu merasakannya.

Persaaan sublim sedemikian itu hanyalah milik mereka yang terpilih karena kesungguh-sungguhannya menjalani ibadah puasa; tidak secara sederhana tetapi dengan kedalaman pengetahuan. Bagi kita yang awam, kegembiraan menjelang kedatangan tamu agung bernama bulan ramadhan ini, hanya stimulan psikologi semata. Dipicu oleh karena rutinitas masyarakat secara umum dari sebuah kebiasaan massal yang sudah berlangsung sekian abad lamanya dalam sejarah kita sebagai masyarakat muslim, dari tahun ketahun. Efeknya jelas hanya bersifat eforia saja.

Tetapi inilah luar biasanya, meskipun hanya karena eforia dari perasaan berkebudayaan Islam, suasana jelang bulan suci ramadahan dari tahun ke tahun tetap terasa kesyahduannya. Perasaan religius itu menyelinap kesetiap lipatan perasaan hati kaum mulsim dengan begitu lembutnya. Tak terkira perasaan itu menjaring seluruh hati masyarakat muslim seluruh penjuruh dunia.

Dan bahwa setiap dari kita tahu; bulan ramadhan itu telah melekat dalam dirinya sebutan sebagai bulan suci. Jadi bolehlah kita meyebutnya secara secerhana sebagai bulan perawan. Perawan selalu bekonotasi suci dan kalo suci sudah pasti masih perawan. Dan tidak mungkin perawan kalo tidak suci. Saya yakin anda tidak bingung, ini sederhanya saja.

Bulan ramadhan adalah bulan suci. Bulan seribu bulan, kata orang. Bulan penuh ampunan, penuh rahmat dan pertobatan. Seluruh setan di kerangkeng, kata orang lagi. Bulan pilihan dan penuh ujian kesabaran, sebab harus menahan lapar dan dahaga. Bukan hanya menahan kebutuhan material tetapi juga psokologis.

Dan sebenarnya apa yang paling istimewa dalam bulan ramadhan ini sehingga begitu antisias masyarakat muslim melakoninya? Sebenarnnya yang bisa menjawab ini adalah ahlinya. Meskipun saya bukan ahli, tidak salah kalo saya mengeluarkan pendapat juga. Menurut hemat saya: keistimewaan dari bulan perawan ini adalah karena perilaku ibdah menahan dalam bulan itu bisa dilakukan secara massal dan beban psikologis ibadah itu menjadi ringan bila jika kita harus berpusa sendiri-sendiri. Selain itu, suasana setiap jelang buka puasa adalah moment-moment kehidupan yang seringkali sulit terucapkan. Ada nuansa dan suanan kebahagiaan yang mengalir kesegenap penjuru hati ketika itu, dan pasti dirasakan oleh setiap orang mekipun sesaat lamayan. Dan yang terahkir, ini menurut ahlinya, bahwa puasa ini adalah ibadah "Milik Tuhan". Inilah yang istimewa dalam bulan suci ramadhan. Istimewa disini dimaksudkan bukan dalam pengertiannya yang mendalam dan sebenarnya, tetapi yang biasa-biasa saja dan subyektif.

Marhaban Ya Ramadhan.

Rabu, 15 Agustus 2007

Syukur, Selalu Merasa Merdeka

Kalo saat ini umur anda sudah 30 tahun, atau berapa saja, itu berarti sejumlah itulah anda pernah merasakan pesta rakyat untuk memperingati hari kemerdekaan bangsa tercinta ini. Usia Indonesia saat ini sudah 62 tahun. Adalah sebuah kesyukuran bahwa setiap tanggal 17 agustus, masyarakat kita secara bersama-sama bersuka cita menggelar acara-acara mengenang detik-detik kemerdekaan itu.

62 tahun sudah masyarakat nusantara terbebas dari kekejaman penjajahan secara fisik. Semangat dan perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan ini, menjadi sangat penting artinya untuk dirasakan, diimajinasikan, dipikirkan dan direnungkan, untuk selanjutnya diaktualisasikan kembali dalam bentuk yang baru dalam situasi zaman kemerdekaan saat ini.

Bagi orang-orang kritis, kalimat semacam itu, akan terdengar sangat hambar sekali. Kaum yang berpikir kritis ini, seringkali berbendapat bahwa makna kemerdekaan itu jangan didangkalkan hanya dalam pengertiannya yang sederhana: fisik. Kita memang sudah merdeka, anak sd juga sudah tahu ini, tetapi secara fisik.

Tetapi kemerdekan lain, seperti merdeka dari penjajahan budaya, merdeka dari aroma bau busuk kemiskinan, merdeka dari keterbelakangan pendidikan dan tehnologi maju, merdeka dari kejahatan hantu narkoba, merdeka dari rasa cemas akan masa depan dari para pengagguran, merdeka dari keterjajahan ekonomi dan merdeka-merdeka yang lain, yang tidak kasatmata namun efek penindasannya sangat mengerikan bagi masa depan bangsa ini.

Namun syukur selalu, dalam kondisi yang demikian itu, masyarakat kita senantiasa optimis untuk selalu merasa merdeka dari "keterjajahan". Ini artinya meskipun kita terjajah secara non fisik kita tetap saja merasa merdeka. Artinya yang lain, bahwa masyarakat kita selalu optimis menjalani kenyataan perjalanan sejarah bangsa tercinta.

Tapi kita tidak perlu membesar-besarkan kalo kita sesungguhnya masih terjajah dalam pengertian yang sebenar-benarnya keterjajahan. Sebab toh kita sangat menikmati keterjajahan itu, dan bahwa banyak yang merenggut keuntungan dari keadaan kita yang demikian ini. He he sok kritis juga.

Label:

Senin, 13 Agustus 2007

Kosong

Mata hitam
Diam
Matahari bisu
Pagi tiada cericit burung
Dedaun pepohonan membendung embun

Manusia beranjak bersama
meninggalkan anak-anak sungai
yang meliukkan makna pada
setiap lipatan gelombang kecilnya

Manusia mataya hitam
Diam membisu
Jiwanya ditinggal cahaya
Berbaregan memeluk
Pohon yang tumbuh di tanah retak
sebab tangan-tangan kemarau
telah mencengramnya

Kosong tatapnya
Kosong hatinya
Kosong pikirnya
Kosong dunianya

Label:

Mayarakat Yang Rindu Agama

Diam-diam masyarakat dunia saat ini makin gandrung dengan hal-hal yang berbauh agama dan spritualitas. Larisnya para motivator-motivator SDM yang mengajak masyarakat untuk berubah menjadi lebih baik dengan pendekatan moril, etika, dan nilai-nilai spritual, baik untuk bisnis maupun publik, dari organisasi hingga individual, bisa menjadi bukti, betapa masyarakat manusia tidak bisa melepaskan naluri kebertuhanannya.

Akhir-kahir ini banyak pakar SDM, para motivator sukses dan ahli-ahli manajemen, mencari, meneliti dan menjadikan studi kasus serta memuji pada Manager, CEO, Direktur dan apapun sebutan para pemimpin organisasi bisnis itu, yang sukses memimpin sebuah perusahaan dengan berbasis pada nilai-nilai moril, etika dan spritualitas. Pada leader ini ditempatkan sebagai manusia the best karena mampu terpilih sebagai manusia pilihan dari sekian banyak pimpinan organisasi bisnis.

Mereka menjadi manusia pilihan terbaik dalam lingkungan bisnis karena telah memperaktekkan kebenaran jiwa yang bersifat universal dalam lingkungan yang serba pragmatis dan berbasis pada keuntungan duniawi, dalam dunia bisnis. Apalagi bisnis dalam pengertiannya yang modern. Dalam dunia bisnis dianggap aneh seseorang ketika tidak berorintasi pada keuntungan materil.

Tetapi para pemimpin bisnis abad baru ini adalah berbeda sama sekali. Mereka tidak lagi mengarahkan organisasi bisnisnya pada pengejaran keuntungan demi keuntungan itu sendiri. Merka telah mengefektifkan organsiasi dan mengubah arah keuntungan untuk tujuan yang lebih muliah. Tujuan kemanusiaan dan tujuan moril, etik dan religius.

Mereka para pemimpin bisnis yang demikian inilah telah menjadi indikasi-indikasi dari masyarakat manusia yang sesungguhnya merindukan agama. Agama dalam pengertiannya yang tak terbatas.

Dalam masyarakat luaspun demikian adanya. Saat ini Dai, Ustad, Kiyai, Pendeta, pembicara agama dan sejenisnya menjadi laris manis. Masyarakat rela antri dan berdesak-desakan demi untuk mengisi kekosongan jiwa mereka. Kekosongan akan makna dan nilai-nilai tertinggi.

Terlepas gejala ini sekedar sebagai stimulan srituallisat saja, atau ikut-ikutan trand saja. Namun yang pasti sejarah telah menyimpan catatannya bahwa manusia tidak akan mungkin untuk dapat berpisah dengan Asal Muasalnya.

Label:

Minggu, 12 Agustus 2007

Zaman Aktiv dan Semangat Berbagi

Anda kalo sepintas pandang, menyaksikan aktivitas keseharian manusia disaman ini, anda akan menemukan serangkaian kegiatan hidup yang tiada henti. Serangkaian kegiatan yang, jika sepintas pikir, kita akan menyimpulkan bahwa tujuan dari seluruh kegiatan yang diupayakan oleh masyarakat modern ini adalah tiada lain untuk tujuan materi belaka.

Dimana-mana, jika anda melihat, berbincang dan mendengarkan, seluruh keluhan manusia, seluruh harapan, dan keinginan masyarakat saat ini adalah menjadi kaya-raya, berkuasa, memiliki apa saja dari elemen dunia ini untuk dijadikan sebagai kebanggaan yang akan memaksa orang lain untuk memuji, berdecak kagum dan menghamba-hamba.

Inilah mungkin fenomena saman aktiv dimana manusia baru merasa berharga jika keseluruhan waktu dan tenaganya dicurahkan untuk mengejar dunia semata. Manusia akan merasa terhina dan malu jika ketahuan urusannya hanya menyangkut berbuat amal untuk kehidupan akhiratnya.

Manusia pada saman aktif ini, telah kehilangan kerangka orientasi sejatinya, sebab yang telah menjadi kerangka utama mereka adalah kesejahteraan duniawi, yang oleh para bijaksanawan dianggap kesejahteraan dan kebahagiaan semu. Saman aktiv yang dimaksud adalah saman dimana keseluruhan potensialitas dan aktualitas manusia diarahkan secara progresif hanya untuk mengejar keuntungan duniawi semata.

Saman dimana manusia begitu sibuk, bahkan seolah-olah tidak adalagi waktu jedah untuk beristerahat. Menghisterahatkan hasrat duniawinya dan membiarkan hasrat spritual mereka melayang terbang untuk ketenangan jiwa mereka. Manusia saman serba sibuk ini adalah manusia yang berlari tanpa garis finis.

Akibatnya kita lalu menjadi sangat independen dan individual, karena keahlian dan kompetensi kita begitu sangat tinggi. Kita menjadi komunitas masyarakat profesional yang betul-betul sempurna untuk ukuran masyarakat modern. Prestise dan prestasi mengalir masuk dalam denyut nadi kehidupan kita sebagai konsekwensi logis dari apa yang telah kita lakukan.

Karena teramat individual dan tidak lagi tergantung kepada orang lain, maka situasi sosial yang diciptakannya adalah hilangnya kesempatan dan ruang untuk berbagi. Karena bahkan pada saat-saat ditimpa kemurungan, kedukaan dan ketidakstabilanpun, manusia modern memohon untuk ditinggalkan sendirian, "Tolong tinggalkan saya, saya lagi ingin sendiri".