Senin, 10 Desember 2007

Kubangan Pengharapan Sebagai Ketersikasaan, He He…

Oleh : Shaff Muhtamar

Pernakah anda mengalami ketersiksaan yang sangat? Ketersiksaan psikologis. Agin seperti berhenti bertiup saat kita membutuhkannya untuk bernafas, heninng menjadi riuh yang tak henti saat kita membutuhkanya untuk kontemplasi. Kamar seperti penjara seumur hidup. Tumpukan benda benda disekitarmu menyerangmu tanpa ampun: bayangkan sebila pisau itu melayang dan mecancap persis di dadamu dan menembus tepat dijangtungmu sebelah kiri. Asap rokok beruba benang kusut yang bergurulung-gulung menyumbat tenggorokannmu hingga kamu tersengat dan seolah mengantar kita ke gerbang sekarat. Bayangkan! Perasaan kita terhempas ke titik kepustaasaan yang dalam, saat cinta pertamamu di tolak hanya kamu tidak mampu memilih kata yang tepat mengenai cintamu yang dalam dan murni itu, atau pilihan katamu terlalu jitu hingga perempuan itu menjadi bodoh untuk memahaminya dan dia kehilangan pengertianya sama sekali terhadap harapan-harapanmu yang tersembunyi dalam lipatan-lipatan kalimat yang mungkin bertele-tele banginya, dan mungkin juga dia tahu mulutmu dipenuhi dusta.

Maka berehentilah berharap ketika itu! Ketika ketersikasaan menjerembab kita dan menghempaskan kita kesemua sudut ketakberdayaan diri. Bunuh perasaan yang masih ada menggelayut di jiwamu, kubur sedalam-dalamyna hingga engkau sendiri kehilangan keyakinan akan kebangkitannnya; asamu. Pastikan bersih seluruh piring harapanmu dari sisa cita-cita yang mungkin saja akan membuatmu mati karena eksistensinya telah berubah jadi racun dengan virus yang paling membunuh. Dan tentang kemarahannmu yang jika masih bercokol di ubun-ubun dan kepalan tanganmu maka hempaskan dia ke tembok dengan sekali pukulan hingga engkau yakin bahwa tembok itu pasti mengeluarkan darah dan menjerit melolong seperti anjing terikat yang engkau aniaya dalam karung.

Lalu apa yang harus manusia lakukan setelah itu? Sekali lagi jangan pernah menoleh sekalipun pada harapan yang engkau talak mati itu. Sekali engaku menoleh padanya, sekali itu akan engkau kembali pada kondisi semula yang sekarat, sakit, sedih, menderita karena dianiaya oleh pasukan harapan yang menjarah kehidupanmu tanpa ampun, setiap saat dan tiada detik dan detak jantungmu terlewatkan tanpa penderitaan dan sekarat yang tiada tanding. Ha ha ha… maka tertawalah, ha ha… terawalah kawan. Tertawa akan membawamu kesurga yang tiada perna kamu bayangkan, sebuah surga yang tidak kamu tahu asal muasalnya, sebuah surga yang pada detik pertama akan membuatmu kehilangan pengetahuan bahwa kitab suci perna mengabarimu tentang surga itu. Dan ya.. kamu ketemu sekarang lewat sebuah tawa yang lepas bebas keudara, dia mengalir keseluruh urat-urat semesta dan mengabari kepada seluruh mahluk-mahluk aneh yang telah keluar dari pikirannya dan sekarang hidup disemesta tanpa pengharapan. Seperti surga yang kita temu saat ini lewat sebuah tawa renyah, serenyah kacang goreng yang kita nikmati sore hari dengan secangkir kopi yang hangat, saat menjelang kelahiran bayi pertama kita.

Jenis kebahagiaan apa yang bisa membahagiakan manusia, jika keseluruhan kebahagiaan itu hanyalah bayang-bayang yang setia menjadi hantu disetiap kita berdiri dibawah cahaya angan-agan panjang kita sendiri. Maka jika agan-agan itu telah menyuruhmu mengejar bayangannmu sendiri maka bersiaplah menikmati kubangan ketersikasaan sepanjang hayat, dan mandilah Lumpur kegilaan bersama kerbau-kerbau jiwamu itu yang telah mendekam sebagai penghuni paling menderita disetiap helai nafas harapanmu yang berhembus.
Jadi pernakah kita mengalami ketersikaaan yang sangat? Selama kita masih sebagai binatang berkaki dua yang senang bergincu, maka kebohongan tidak ada tempat baginya untuk menjawab. Kejujuran kita sebagai badak bertanduk hantu akan senang hati mengatakan: ketersikasaan adalah kesetiaan yang hangat bagi jiwa yang berpengharapan.

Maaf ya … Gue lagi marah-marah nih.
Tapi rasanya enak juga melampisakan rasa marah lewat tulisan… PLONG!

DICEKAM KESEDIHAN YANG TIBA-TIBA

Oleh : Shaff Muhtamar

Kesedihan datang tiba-tiba, mencekik lehermu digelap malam yang kelam ketika seluruh penghuni rumahmu mati dalam tidurnya. Apa yang bisa kita lakukan, saat sepenggal kesedihan menyelinap begitu saja dalam rumah jiwa kita. Kita tidak pernah mengetahui peristiwa apa di masalalu yang mengirimkannya, atau harapan masadapen yang melemparkannya begitu saja dikepala kita. Gelap, seperti ketika ruangan sel sorang teroris dipecahkan bohlamnya dan kable listrik dicabut paksa untuk menghentikan sumber cahaya ke dalamnya. Kita tidak pernah mengetahuinya, tidak ada tanda sedikitpun mengenai kedatangan kesedihan itu. Mungkin Karena kita ini adalah mahluk modern yang berdandan rapi selalu dalam pesta peradaban yang gemerlap menyambut kerajaan ide-ide yang kita susun dari kayu bakar pengemis tua dari hutan sebelah kota kita. Belantara hutan yang dibuat dari ramuan sejarah masah silam dan hanya ada seorang tua rentah di sana sebagai penghuninnya.

Mungkin kita sendiri tidak mengerti dengan apa yang kita bicarakan ini, oleh karena kita adalah mahluk yang selalu disibuki dengan salon yang mengurusi setiap lemak menempel di kujur tubuh. Saya ulangi, kita sedang membicarakan kesedihan tiba-tiba yang datang dan mencekik lehermu saat semua orang lumpuh untuk menolongmu. Dan bukan masa lalu atau masa depan yang mengirimkannya pada kita. O aku terhempas sendirian dalam kesedihan yang tiba-tiba, jiwaku layu meski musim ini hujan turun setiap jam, dingin meninabobokan setiap jiwa dipagi buta hingga petang lagi, dan manusia hanya tidur saja kerjannya sepanjang sejarah modern ini. Kota tumbuh menjadi hutan rimba metropolitan hingga megapolitan, dan manusia-manusia berbondong-bondong menyewa dokter pribadi untuk membunuh seluruh penyakit yang ada dalam dirinya. Kita mengharapakan keabadian, ya keabadian.

Manusia modern mengharap keabadian seperti seekor singa yang terluka melolong panjang dipadang salju kebodohannya menyeret merah darahnya dan membentuk lukisan yang persis seperti sebuah wajah anak-anak yang tertawa menertawai temannya yang kalah dalam sebuah permainan. Tetapi ini bukannlah kesedihan yang kita maksud itu, yang telah beruba menjadi sebuah tangan hitam yang dengan sekuat tenaga mencekik leher kita saat tak seorangpun memiliki kesanggupan untuk menolongmu. Apalagi kalo bukan kesedihan sejarah manusia modern yang mengharap cinta namun yang tersisa hanyalah kemarahan dan wajah yang suram tersedia dimeja perjamuan. Pesta sudah hampir usai kawan, kedatanganmu keperjamuan keabadian terlalu terlambat. Mengapa engkau terlalu lama berdandan kawan? Seluruh anggur telah aku tumpah keperut pengemis tua dan seluruh makanan telah aku larung ke setiap tangan yang menegadah dipinggir jalan kota megapolitannmu. Sori…. Bukan aku yang melakukannya, tapi kebodohannmu yang telah berkarat karena setiap detik selalu saja kamu terlambat tiba disetiap perjamuan keabadian yang diselenggarakan oleh semesta. Jangan tertalu banyak menggunakan deodoran, farmum, bedak, celak dan gincu. Ingat jalan diluar selalu macet.
Biarlah kalo kita selau tidak mengerti dengan apa yang kita bicarakan sendiri. Sebab takdir kebodohan memang hanya dialamatkan pada jiwa binatang berkaki dua ini. Dan bagaimana dengan kesedihan yang tiba-tiba itu. Begini, bayangkan bahwa kita berada di keramaian mall, seluruh kecantikan bersileweran di depan mata, seluruh kemewahan berlalu lalang didepan dada, seluruh kebohongan dibungkus dengaan senyum dan dandanan, seluruh kejujuran menjadi tidak pernah kita pahami, kita dikepung keindahan bunga-bunga plastik yang tumbuh dengan pohon tanpa akar dan kita seolah berada di surga dunia yang paling mewah. Tetapi jiwamu melanyang dalam sebuah wilayah yang asing sama sekali, sebuah wilayah yang pengetahuan dan pemahamanmu tidak sanggup mejamanya. Disana kamu teringat pacarmu yang pertama yang memutuskanmu karena lebih mencintai seorang lelaki pemabuk dari pada kamu yang beriman, teringat wajah ibumu yang meninggal saat melahirkan adik bungsumu, teringat peristiwa ketika kamu dihina sebagai orang miskin dan diusir dari sebuah pesta perjamuan keluarga, terkenang saat pertama kali kamu bekerja dan gaji pertamamu engaku belikan baju batik untuk ayahmu yang sepanjang hayatnya belum perna batik menyelimuti badannya, terkenang ketika selama lima tahun tiada perna sekalipun harapanmu tercapai dan terkenang ketika kamu berdoa dan menit berikutnya doamu dikabulkan.

Semua kenangan itu tiba-tiba saja membuatmu sedih. Tidak ada alasan yang paling bertanggungjawab mengapa kita bersedih. Mall biasanya tempat untuk tertawa-tawa, tempat untuk menyegarkan kembali perasaan yang loyo selama seharian bekerja, tempat untuk menghibur perasaan yang tidak menentu. Tetapi justru kita dipertemukan sebuah lubang kesedihan yang panjang. Sebuah kesedihan yang datang tiba-tiba dan menjelma sebuah bayangan hantu yang mengerikan dan memaksa kita berlari tiada arah dalam ketakutan yang paling menakutkan. Kita menabrak apa saja dihadapan kita dan hantu itu semakin memerah matanya. Seolah bergalon-galon bara api kemarahan tersimpan di bola matanya dan segera menumpahkannya pada dirimu. Kita yang terus berlari itu pada akhirnya tertantuk jua kaki ini disebuah danau yang tenang, sepoi-sepoi angin merebahkan dirinya dihelai-helai daun pohon dan rerumputan dan sang hantu menjelma air dengan riak air kecil memenuhi danau itu. Dari rasa takut yang tak tertahankan kini rongga dada kita dipenuhi penyesalan paling dalam. Pelan-pelan kesedihan meyembul dipermukaan seperti nenek tua yang bungkuk dengan tongkat kayu rapuh, baju compang-camping, wajahnya penuh guratan-guratan ibah, datang kepadamu dengan sebuah tempayam tanah liat yang berlumut, bersimpuh dan memohon sesuatu kepada kita.

Itulah kesedihan yang kita bicarakan, kita mungkin hampir-hampir tidak mengerti dengan semua ini, maka maklumilah karena kita masyarakat modern. Inilah kesedihan yang sesungguhnya, kesedihan yang nyata dan paling sah dari semuah kesedihan yang ada dan pernah dirasakan oleh manusia, bahwa kita tidak pernah mengatahui pembicaraan yang menggunakan bahasa dari ‘planet lain’. Karena kita adalah masyarakat modern. Masyarakat yang hanya mampu berumah di awan tetapi meskipun dilangit tingkat pertama sekalipun tidak mampu kita cium aroma mawar yang tumbuh ditamannya yang telah di tanam oleh tangan-tangan suci masa lalu ketika aroma kemenyan dan dupa tidak seperti yang kita temui saat ini, tetapi adalah yang otak dan hatinya terpaut dalam sebuah tali yang mengikat mereka kesurga setiap saat, setiap tarikan nafas mereka.

Maaf yah… Gue lagi sedih nih.
Enak juga melampiaskan kesedihan lewat tulisan… PLONG!

KABAR DARI BISIKAN PERTAPA TUA

Oleh: Shaff Muhtamar

Aku ingin mengabarimu tentang kehidupan lain. Kehidupan yang tiada pernah kita rasakan dan nikmati sebelumnya. Kehidupan tanpa derita, sakit dan jenis ketakberdayaan lainnya. Kehidupan yang setiap kita mengetahuinya, hanya karena adanya pengetahuan kita itu maka kita menjadi tidak perna bisa menjama dan memasukinya. Jadilah manusia yang tak berpengetahuan atas segala sesuatu. Dan lepaskan seluruh pengetahuanmu tentang sakit, derita dan ketakberdayaan itu serta pemahamanmu tentang kehidupan itu yang akan menjadi kabar baik bagimu hari ini. Maka jika mampu engkau menguliti seluruh dirimu menjadi tanpa pengetahuan secuilpun bahkan sebesar biji sarrah sekalipun, maka janji mengenai kabar kehidupan yang aku maksud segera akan menghampirimu. Aku bukan pertama yang pernah engkau temui saat pertama kali engkau akan meningggalkan rahim ibumu, yang berbisik ditelingamu tentang suara gaduh diluar dunia rahim akan memekakkan telingamu hingga engkau tak tahan dan lalu menangis. Tagis itu adalah kesedihan pertamamu di dunia dimana para iblis bersemayam didalamnya dikerak bumi paling bawah ditemani malaikat melayang-layang di langitnya mengawasi setiap gerak hati yang bolak balik dari kiri dan ke kanan. Termasuk ketika persaksianmu akan kebenaran tunggal yang mengantarmu ke gerbang alam semesta, dan menjadi prasyarat mutlak akan kehadiranmu yang sempurna sebagai manusia dengan segala kelemahan dan kelebihannya.

Aku ingin mengabarimu tentang kehiduapan lain yang pernah engkau lewati sebagai rangkaian perjalanan sejarah kemanusiaanmu hingga engkau menjelma dewa suatu saat kelak, jika musim takdir menghendakinya bagimu. Kehidupan rahim bunda ketika sebelum ada persaksian apa-apa selain pada Realitas sejati. Aku menyesalinya mengapa engkau harus lahir dan menggendong segala beban duka yang tak terkira di setiap kujur tubuhmu. Dan mengapa engkau mengiayakan sebuah kebodohan ketika engkau rela saja diantar menemuiku di alam gersang dan menyedihkan ini.

Tetapi aku tiba-tiba merasa yakin percuma mengabarimu kawan, sebab engkau mengetahuinya melebihi yang dibisikkan pertapa tua itu kepadaku. Dustaku lebih banyak dari kejujuranmu.

Makassar, 9 desember 2007.

MUSIK BERWARNA MERAH NAFSU (Sebuah Aforisma)

Oleh : Shaff Muhtamar

Ada musik yang membuat kita berguling-guling dilantai dengan keringat hangat bercampur daki dari debu yang bertebaran disetiap dinding gelap dengan lampu temaram berwarna merah bernafsu. Musik dengan dentuman dan hentakan yang lahir dari detak jantung yang dipicu perasaan melayang-layang di langit-langit ruangan yang penuh kepul asap rokok dan aroma alkohol. Aku kerasukan hantu setelah menegak sebutir pil harapan untuk rasa senang yang tanpa ujung. Musik itu mengantarku mengawang diatara kebodohan dan ketololan, diatara gengsi dan rasa percaya diri, diatara nasfsu setubuh dengan akal yang mati, diatara remang dan cahaya yang tiada pernah ada.

O betapa menyenangkannya jiwa yang diselimuti dentuman musik dari piringan hitam yang bundar dengan seulas kabel yang tersambung ke jangtung dajjal. O o pelukan perempuan itu membuatku lupa segalanya dan bahkan arti sebuah pelukan yang menyesatkan dari tangan lembut perempuan malam yang diutus jin-jin gentayangan dibalik tembok tertutup rapat dan gedung-gedung bangkai disetiap kota ketika malam hendak beranjak tua. Aku adalah manusia yang telah engkau campakan dari puting susu bunda kehidupan, sejak kecil hingga aku besar diasuh oleh laki-laki dan perempuan bermata satu itu. Sepasang suami istri yang begitu beribawah dibawa cahaya keingkaran atas segala yang suci. Sepasangan mahluk yang mengikat janji dalam kemarahan yang sangat, dendam yang memuncak tiada mati diubun-ubunya, keserakahan akan dosa dan keburukan, yang berikrar sehidup semati dalam kubangan lempung paling busuk yang pernah tercium oleh hidung mahluk manusia, dalam semangat penghancuran rumah-rumah suci, dalam semangat pembunuhan hati-hati yang bersih dan harapan akan cahaya murni semesta.

Terus saja nikmati musik buatannya yang telah diraciknya dari susunan irama dan nada yang akan mendekatkannmu pada kemabukan akan kebodohan, kerapuhan jiwa, kematian hati dan ketiadaan semangat untuk hidup. Seluruh urat nadi kita akan disusupinya dengan zat berwarna hitam dari jiwa retak dan kering hingga jantungmu berdentum seirama nafsu binatang yang tiada perna berhenti melampiaskan kepuasannya dalam segala tindakan yang paling buruk. Dan teruslah menikmati jamuannya di atas meja para biduannya yang menyanyikan lagu penuh pesona nafsu ular yang meliuk pada pohon kaktus yang kering. Mencengkram setiap detak nafasmu yang tersengal mendengar dengus desahnya yang menggoda hingga engkau terkapar disudut ranjang kemeranaan yang tiba-tiba muncul saat sesaat selesai membuncah kelelahanamu diatas tubuh perempuan ketidakmengertianmu yang paling totol itu. Orgasme itu telah menghantarkan kita kegerbang kerajaan kegelapan dimalam penuh kepul asap hura-hura dan aroma kematian jiwa.


Ada musik jiwa bagi yang hatinya telah menghitam diderah derita jiwa bertahun-tahun. Derita yang bermula dari ketidaktahuan hingga menjelma penginkaran lalu menjadi kebanggaan atas segala laku yang berbau comberan. Musik itu adalah suara-suara bisikan jiwa kita yang sebelah kiri dan kanan yang mencampuradukan antara ketidaktahuan dan kesombongan, antara pengetahuan dan keangkuhan, antara kebaikan dan keburukan dan antara kebencian dan cinta secara bersamaan. Musik yang telah melemparkan kita kedalam kemabukan dan kemabukan yang telah menipu diriku dan setelah itu membiarkan aku sendirian dalam rasa sakit dan derita muntah-muntah dan perkelahian dijalan serta tabrakan mendadak yang setiap aku mabuk kejadian tak menyenangkan selalu saja menemaniku sebagai sahabat sejati. O tapi tunggu dulu, bukan itu maksudku sebagai teman sejati dari kemabukanku, tetapi kecintaan yang terpaksa tulus pada seluruh jelmaan keburukan yang paling menghancurkan dan meremuk-redamkan sebongkah hati yang masih perawan ini.

Itulah yang aku maksud sahabat sejati dari kemabukan dari sebab musik yang sementara kita bicarakan ini. Musik yang setiap pagi engkau rindukan dan setelah malamnya engkau mencari sumber suara itu dilorong-lorong kota mati yang dibangun orang-orang dengan berton-ton alkohol dan morfin. Dan saat menjelang fajar lagi, kita dibuai kembali harapan untuk kembali pada malam yang penuh suara musik itu untuk kembali lagi kefajar menjemput harapan utuk mabuk lagi dimalam harinya. O betapa derita batin kita telah abadi karenanya, maka ucapkanlah selamat atas kedua bapak-ibumu yang bermata satu itu kawan. Jangan menjadi anak haram yang mengikari rahim kelahirannya. Bergabunglah terus dalam rumahnya yang gemerlap itu sebagai keluarganya yang abadi hingga seluruh jiwamu mengamba pada keduannya dan menjadikannya petunjuk hidupmu yang paling penting dan utama. Hingga kelak kita tak tahu lagi selain nyanyian dan musik ular yang meliuk menari selalu dalam jiwa kita yang retak-retak itu. Maka… tuhanlah ia.