Rabu, 13 Oktober 2021

Menanti Al-Mahdi di Jalan Naqsyabandi

 

Layaknya dalam kisah percintaan klasik. Qais terpisah dari kekasihnya Laila, menjadi majenun. Lalu memilih puncak bukit dekat rumah Laila, disebuah gubuk. Didekatnya mengalir anak-anak sungai melitasi rumah Laila. Pada air sungai, Qais berkisah tentang kepedihan berpisah. Berharap air yang mengalir itu, menyampaikan rindunya kepada Laila, agar dapat berjumpa. 

Laila telah membuatnya majenun. Hanya Laila mengobat kemajenunan Qais, sang pecinta sejati. Terpisah dari kekasih, dan menangung derita penantian adalah takdir bagi pencinta pada kekasih Sejati.

Di abad ke 10 M, Muhammad al-Mustafah SAW adalah kekasih yang dinanti. Para pencintanya menempuh jalan kerinduan sangat panjang dan meletihkan. Sejak kabar kedatangannya, disampaikan oleh Nabi Isa AS di Abad 1 M. Kerinduan itu menempuh waktu 1000 tahun untuk sampai pada sang Kekasih. 

Yang menanti dan tidak berjumpa, karena usia yang tidak mungkin, ketulusannya menunggu akan disamakan dengan kebahagiaan perjumpaan. Keberuntungannya sama dengan yang sampai masa kedatangan dan berjumpa sang pembawa cahaya, Nabi SAW. Penutup para Nabi.

Menunggu dan mengharapkan kedatangan utusanNya dengan cinta dan rindu adalah usaha yang diberkahi. Adalah Sayyidina Salman al-Farisi menempuh jalan terjal untuk dapat menemui sang utusan. Hingga harus diperjualbelikan sebagai budak demi untuk sampai di tempat, dimana ada kabar keberadaan Nabi SAW. 

Dan di kota suci Madina Ia bertemu dengan mahluk Tuhan paling mulia itu. Di hadapannya Ia mengucap syhadat dan melepas keyakinan lamanya sebagai Majusi dan Kristen. Pencariannya berbuah berkah, Sayyidina Salman al-Farisi kemudian menjadi salah satu sahabat utama Rasulullah SAW. 

Dan kekasihnya itu, memberi padanya gelar sebagai: imam, bendera dari bendera-bendera, sang pewaris Islam, hakim yang bijaksana, ulama yang alim dan mejadi ahlulbait Nabi SAW. Sang utusan, memberkahinya dengan kemuliaan itu, karena jalan pencariannya yang berat menuju Kebenaran Sejati.

Sayyidina Salman al-Farisi adalah salah seorang dari jalur utama silsilah keemasan tariqah Naqsyabandiyah. Persis dibawah Sayyidina Abu Bakar ass-Shiddiq. Beliau menjadi salah satu simpul utama spritualisme di jalan Naqsyabandi. 

Ketinggian posisi rohaninya disisi Rassullulah SAW dan dihadirat ALLAH SWT, memberi inspirasi rohani bagi para pencinta utusanNya di jalan ini. Naqsyabandi adalah sebuah jalan. Jalan kerohanian Islam. 

Nama jalan ini diambil dari salah seorang tokoh yang mengikuti ‘jalan lurus’ spritualisme Islam, Muhammad Baha’uddin Syah Naqsyaband. Jalan yang diperolehnya melalui guru-guru mulia yang tersambung kepada Sayyidina Abu Bakar ass-Shiddiq (ra), salah seorang pewaris utama spritualisme Rasululah SAW. 

Syekh Muhammad Nazim al-Haqqani, menyebut ada 41 ‘jalan’ yang diwariskan Nabi Mulia SAW. Satu jalan dari jalur Sayyidina Abu Bakar ass-Shiddiq dan 40 ‘jalan’ lainnya dari Imam Ali Karamllahu Wajehahu. Satu jalan dari jalur Sayyidina Abu Bakar ass-Shiddiq itulah tariqah Naqsyabadiyah.


Tariqah Naqsyabandi adalah jalan penantian akan Kehadiran. Setiap jalan spritual yang diwariskan Rasulullah SAW adalah jalan makrifatullah (pengenalan dan perjumpaan). Abu Yazid al-Bisthami, menyebut tujuan akhir di jalan ini adalah untuk mengenal ALLAH SWT di dunia, untuk meraih Hadirat-Nya, dan bertemu denganNya di Hari Kemudian. 

Melalui guru-guru agung dari jalan Naqsyabandi, manusia (murid) akan dihantarkan pada pengenalan dan perjumpaan pada Kemuliaan, Keagungan dan Kesucian dari keberadaaNya melalui kehadiran Rasulullah SAW sebagai utusan.

Dan diakhir zaman ini, jalan Naqsyabandi adalah jalan menanti sahibu zaman al-Mahdi AS. 

Maulana syekh Khalid al-Baghdadi, maulana syekh Abdullah Faiz ad-Daqestani dan maulana syekh Muhammad Nazim al-Haqqani adalah guru-guru agung di jalur Naqasyabandi. Memperkenalkan penantian dan pengaharapan akan kehadiran Muhammad al-Mahdi AS sebagai kewajiban moril secara terbuka kepada muridnya, kepada seluru manusia. 

Dalam sebuah syuhbah, syekh Hisyam Kabbani menyebut, saat ini mengapa banyak ulama ahlul sunah wal jama’ah tidak berbicara tentang Imam Mahdi as, sementara syiah menerimanya dan menjadi bagian dari Islam, tetapi ahlul sunah jamaah membuat bagian-bagian terpisah. Siapa ulama ahlul sunah jamaah saat ini yang bicara tentang Imam Mahdi AS, sangat sedikit, sebagian terbesar hanyalah para ulama tasawuf / para ahli sufi sementara sebagian besarnya lupa untuk membicarakan Imam Mahdi AS.

Syekh Muhammad Nazim al-haqqani menyatakan, jalan Naqsyabandi telah dipilih sebagai satu gerbong lokomotif penantian kedatangan Imam akhir zaman, al-Mahdi AS. Beberapa wali agung dari jalan ini telah dianugerahi perjumpaan dengan sang Imam di ‘alam gaibNya’, khususnya syekh Khalid al-Baghdadi dan syekh Abdullah Faiz ad-Daqestani dengan membawa serta murid-murid utama, untuk menerima baiyat.

Bagi segian besar orang, ‘berat’, menerima informasi mengenai ‘telah berjumpa’ dengan al-Mahdi AS, sebelum turun perintah tampil, dari Yang Mengutus-nya. 

Namun dalam 'logika' tasawuf, hal semacam ini dapat diterima dengan baik. Ajaran Islam mengehedaki pegikutnya memiliki Iman sejati. Keimanan sejati akan mengantar pada penerimaan kalimat suci al-Quran secara umum, secara khusus kabar akan kedatangan al-Mahdi AS.

Keimanan sejati, juga memungkinkan perjumpaan dengan sang Utusan. Manusia-manusia agung dalam jalan Naqsyabandi, yang diberkahi makrifatullah sebagai waliNya, (sebagian) akan diberi ‘jalan pertemuan’, sebelum kehadiran sang utusan. Sebagai rahmatNya, untuk memberi bukti atas keberadaan sang utusan yang digaibkan. Dan sedang menungguh perintah penugasanNya.

Di abad ke 10, sang Nabi akhir zaman SAW dinanti dan ditunggu-tunggu. Di abad 20 ini, khalifah terakhir ummat manusia, al-Mahdi As, juga diharapkan kedatangannya, segera. 

Para pencinta Kesejatian dan perindu Kemuliaan, menjadi Qais yang merindu pada Laila. Perih derita terasa dalam hasrat menanti. Nestapa, meremukkan dada dalam asa penungguan. Namun takdir kehadiranya tetap diatas tanganNya secara mutlak.

Di jalan Naqsyabandi, nafas berkembus lirih menyanyikan lagu rindu dalam zikir-zikir yang panjang. Bersama dendang merdu shalawat al-Mahdi. Di jalan itu, sang pembimbing manusia ke jalan Haq di akhir zaman, tiada henti mendengungkan dalam lingkaran syuhbahnya mengenai cahaya yang dinanti, di akhir zaman ini. 

Sang pembinbing tiada letih, dengan segenap daya upaya mengajak manusia, kembali kepada yang Haq. Dalam labirin dunia yang gelap dari cahaya keimanan sejati ini. Dunia akhir zaman menjelang kedatangan utusanNya yang terakhir. 

Sampai detik akhir ketika nafas hendak berpisah dari raganya, syekh yang mulia lahir dan batin itu, maulana Muhammad Nazim Adil al-Haqqani, tetap mengisyaratkan kewajiban menunggu sang utusan akhir zaman.

Dalam suara lirih, beliau berujar: Insyaa-Allah kalian akan bahagia dengan Sayyidina al-Mahdi AS dan kalian harus berdoa sebagi hamba yang lemah. Selama tujuh puluh tahun saya menanti, membuat diri saya siap untuk menyambutnya ketika beliau datang. Selama tujuh puluh tahun saya mendengar tentang beliau, hati saya dipenuhi dengan cinta dan pelayanan terhadapnya! Jika seseorang berniat ingin bertemu Mahdi AS tetapi dia telah meninggal maka dia akan dihidupkan kembali untuk bersama Mahdi as, jika mereka berdoa: Ya Allah biarkan aku menjadi pendukung Mahdi AS, kemudian dia meninggal maka Allah akan menghidupkan dia bersama Mahdi AS.

Kegelapan menyeluruh telah menyelimuti dunia di akhir zaman. Seperti awan hitam yang menghampar tebal menutupi semua udara di langit. Siap menumpah hujan yang membawa banjir bencana dan membawa serta getir bagi hati yang membangkang padaNya. 

Kedatangan al-Mustafa SAW disambut zaman gelap gulita moral manusia jahiliyah, kemudian diterangiNya melalui utusanNya yang lemah lembut itu. Kedatangan al-Mahdi AS, juga didahului kegelapan yang melanda hidup manusia modern. Tenggelam dalam materialisme dan penolakan terhadap  perintah dan larangan suciNya.

Karenanya, akan didatangkan utusan yang membawa cahayaNya, untuk menerangi kegelapan itu. Sang utusan adalah kahlifah Rasulullah SAW bagi ummatnya, bagi ummat manusia pada jelang waktu dunia berakhir, dialah Muhammad al-Mahdi AS.

Melalui berkah wali-wali agung di jalan Naqsabandi, pewaris semangat Salman al-Farisi dalam percarian dan penantian utusaNya, semoga pula menetes kepada setiap jiwa yang berdiri di jalan ini sepanjang hayatnya. Menyerahkan dirinya sebagai hamba bagi urusan al-Mahdi AS, jika tiba saatnya. 

Sepenggal kisah surgawi akan dipertotonkanNya di ujung waktu dunia, sebagai karunia dan penetapan janjiNya pada hamba-hamba yang tulus di jalan lurus.

#Narasi di Ujung Senja (inspirasi dari syuhbah-syuhah syekh Nazim al-Haqqani tentang Imam Mahdi AS)

SM, Rabiul Awal, 1443 H.

     

Senin, 11 Oktober 2021

MERAYAKAN CAHAYA


Beberapa tempat di dunia sering diadakan pesta cahaya. Ada beragam motiv mengadakannya, terutama sebagai ekpresi seni. Di Perancis, terakhir ini mengadakan pertujukan cahaya untuk merayakan 100 tahun revolusi dan hari keadilan di sana. Cahaya dipilih sebagai obyek selebrasi. Mungkin belakangan para seniman baru menyadari cahaya dapat dijadikan obyek material eksploratif dalam karya seni. Dan tentu saja, cahaya hanya dapat disaksikan dalam gelap, maka pertunjukan cahaya itu umumnya dilakukan dimalam hari. Menara eiffel yang menjulang ke dilangit, berdiri seperti mengangkangi kota Paris. Cahayanya menggaris biru kelabu di kegelapan malam, menara seperti sedang berpidato tentang dirinya dan sejarah revolusi di Perancis. Cahaya telah menampakkan menara itu, yang seharusnya tidak nampak dalam gelap. Cahaya yang disorotkan padanya dan merambat disekujur tubuhnya, memungkinkan konstruksi baja itu dapat dipandang mata dalam kegelapan malam. Mata-mata yang memadangnya hanya bisa terkesima dan takjub. Hanya satu irama dalam kata Perancis yang sama: beau.

Cahaya telah memungkinkan manusia melihat dalam gelap. Neon-neon yang terpasang di langit-langit rumah, membuat kita dapat melakukan kegiatan malam hari di dalamnya. Sepanjang jalan, cahaya-cahaya merkuri menyirami jalanan yang sambung menyambung dalam kota, membuat pengendara bebas melaju ke tujuan. Pekerja tambang yang mendekam dalam perut gunung, mengerjakan pekerjaannya dengan penerangan cahaya karena kegelapan di dalamnya tidak mengenal siang maupun malam.

Manusia membutuhkan cahaya karena adanya gelap dalam kehidupannya. Baik cahaya buatan maupun cahaya alami. Cahaya dan gelap sudah ditakdirkan berpasangan sebagai dua hal yang saling ‘bersimbiosis-mutualisme’. Tidak ada sebutan bagi cahaya sebagai penerang tanpa keberadaan gelap. Kegelapan merupakan kelengkapan utama bagi fungsi penerangan cahaya. Malam dihadirkan untuk menantikan rembulan. Dan bulan hanya ingin menghadiri undangan malam untuk menyempurnakan keberadaannya. Gelap yang dilingkupi terang, seperti malam yang merigkuk dalam persembunyiannya dibalik cahaya rembulan. Dan dengan cahayalah semuan menjadi nampak, kecuali gelap.

Cahaya dapat pahami secara lahiriah dan batiniah. Secara lahir adalah cahaya yang dapat diinderai, secara batiniah adalah apa yang dapat memberi petunjuk pada yang baik. Cahaya adalah kebaikan itu sendiri dan sekaligus menampakkan apa yang tersembuyi (kebaikan). Bagi yang berada dalam gelap, dia membutuhkan cahaya sebagai petunjuk untuk mengetahui yang tersembunyi. Pegetahun adalah petunjuk bagi ketidaktahun.

Dalam sejarah Eropa, terdapat satu fase yang ditandai oleh para ilmuan sebagai era kegelapan. Kehidupan masyarakat Eropa abad pertengahan didomiasi kekuasaan gereja. Kekuasaan itu melumpuhkan kehidupan melalui otoritas doktrin agama yang membunuh kretatifitas akal. Tidak ada kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan mansyarakat, visi dan misi kemajuan rasional terbentur doktrin-doktrin gereja. Dominasi ini menimbulkan kemunduran bagi masyarakat. Hilangnya kebebasan ekspresi rasional, kekerasan dan ketidakadilan yang terjadi adalah kegelapan bagi masyarakat Eropa ketika itu.

The dark ages itu kemudian berakhir dengan hadirnya kembali ilmu pengetahuan rasional. Dimana pada abad kegelapan ‘cahaya’ itu dipadamkaan dengan segala cara. Ajaran agama di era pertengahan dianggap penopang era kegelapan. Kekuatan rasional kemudian muncul dalam wujud sains ilmiah menggantikan ototitas kebenaran gereja, maka Eropa kembali ‘bercahaya’. Sejak abad 15 proses pencerahan masyarakat Eropa terjadi signifikan, masyarakat memustuskan diri dari doktrin tradisonal masa lalu, dan memulai lembar sejarah baru Eropa modern dalam cahaya ilmu pengetahuan dan tehnologi.

Perayaan ‘cahaya ilmiah’ itu masih kokoh bertahan hingga kini dan menyebar sebagai pondasi peradaban universal bagi seluruh kehidupan, tidak hanya di Eropa tetapi seluruh benua yang ada di muka bumi. Selebrasi cahaya ilmiah ini merentang kurang lebih 7 abad. Dari awal abad pencerahan di Eropa hingga abad mutakhir saat ini. Manusia hidup dalam petunjuk penegtahuan ilmiah. Saat ini ilmu dan tehnologi adalah ‘cahaya kehidupan’ dalam perdaban manusia.

Catatan sejarah Arab juga menggoreskan sisi gelapnya. Era sebelum penobatan kenabian Rasulullah SAW, masyarakat Arab mengalami kegelapan masa jahiliyah. Era ini ditandai kemerosotan moral hingga ke titik nadir. Perbuatan cabul, mabuk, perjudian dan sex bebas dilakukan dengan kebanggaan. Yang kaya mengeksploitasi yang miskin. Wanita direndahkan seperti barang jualan, anak-anak perempuan yang lahir seringkali dibunuh karena dianggap membawa kesialan. Era jahiliah bangsa Arab adalah kegelapan. Dan era kegelapan ini berakhir dengan datangnya Rasululah SAW, sang pembawa Cahaya. Rasululah SAW membawa al-Quran yang dengannya bangsa Arab memasuki masa penuh cahaya petunjuk. Dalam waktu yang begitu singkat Rasululah SAW membawa kegelapan masa jahiliyah menuju masa masyarakat muslim yang diliputi keberkahan cahaya Qurani, cahaya surgawi dari ajaran agama yang suci.      

Dua arus sejarah, satu di Timur satu di Barat. Dua padangan kegelapan dan dua pandangan cahaya. Di Barat ‘ajaran agama’ dianggap sumber kegelapan, dan ilmu pengetahuan rasional sebagai petunjuk kehidupan. Di Timur, kemerosotan moral menjadi sumber kegelapan karena memperturutkan ego atau nafs manusiawi, dan ajaran-ajaran suci agama sebagai cahaya kehidupan.

Dua kehidupan dimana agama diperlakukan berbeda. Di Barat dianggap sebagai penyebab kemunduran peradaban, dan di Timur sebagai sumber kemuliaan perdaban. Barat menjadi tempat tumbuh suburnya ilmu ilmiah dan menjadikannya satu-satunya pegangan membagun peradaban. Dan Timur seharusnya tempat tumbuh suburnya peradaban berbasis ajaran Agama, namun kini sudah menjadi ‘bagian’ dari Barat. Inilah realitas di akhir zaman, cahaya sejati agama meredup, ‘cahaya’ ilmu pengetahuan rasional makin ‘terang benderang’.

An-Nur ayat 35 al-Quran menyebut : Allah adalah cahaya langit dan bumi. Alam semesta beserta isinya di lingkupi CahayaNya. Ajaran surgawi dalam agama adalah cahaya. Ilmu rasional manusia adalah cahaya. Hanya manusia menyelewengkan penggunaannya. Mereka tidak mengenali bahwa Tuhan adalah pemberi cahaya itu. Ajaran agama di Abad pertengahan menjadi pemantik kegelapan karena ajaran suci itu tidak lagi digunakan ‘demi Tuhan’ tetapi ‘demi nafsu manusia’. Ajaran agama yang di bawah Rasulullah mejadi penerang bagi kegelapan moral karena di dilakukan ‘demi Tuhan’. Pembawah amanah langit yang mulia ini, menjalankan perintahNya dengan iman yang tidak bercampur kemunafikan nafsu manusia.

Dan ilmu ilmiah yang menjadi petunjuk utama peradaban modern ini, juga telah diselewengkan penggunaannya. Ilmu ini telah dianggap sebagai milik manusia, bukan pemberian sebagai amanah dari Tuhan. Karenanya tidak digunakan ‘demi Tuhan’ tetapi ‘demi nafs manusia’. Ilmu digunakan semata-mata untuk tujuan duniawi, bukan untuk mengenal Tuhan dalam kesyukuran telah diberi ilmu/pengetahuan untuk mengelolah alam material manusia dalam memperoleh kesejahtreaan di BumiNya. Karena ilmu digunakan untuk kepentingan nafs manusia, ilmu dengan segala tehnologi yang diwujudkannya, kini menjadi sumber bencana bagi manusia secara mendasar. Manusia makin kehilangan kepekaan spritualnya untuk mengenal penciptanya, jiwa sudah hampa dari sensasi-sensasi surgawi. Ilmu dan tehnologi telah membuat manusia menjadi tuhan bagi dirinya sendiri. Disinilah sumber kemarahanNya. Kealpaan manusia pada yang Sejati, dan mensejatikan yang temporer.

Menurut syekh Muhammad Nazim al-Haqqani : sekarang kita hidup si zaman jahiliyah ke dua. Zaman jahiliah pertama adalah zaman ketika sebelum kemunculan Nabiyullah Muhammad SAW. Jahiliah pertama adalah kegelapan, ini syarat kedatangan sang Cahaya Muhammad SAW. Dan jahiliah kedua ini juga adalah kegelapan, dan ini juga syarat kedatangan sang Cahaya Muhammad al-Mahdi AS.

Zaman al-Mahdi AS kata syekh Nazim, adalah zaman pertunjukan Cahaya surgawi. Waktu selebrasi kekuatan surgawi di dunia yang selama ini diingkari sebagian besar manusia. Saat bagi para pencinta Kesejatian, mendapatkan tempatnya di langit-langit kemenangan sebagai bintang-bintang yang mempesona. Kegelapan kemunafikan kejahiliyaan akan berganti cahaya keimanan Kesejatian yang memperoleh berkah surgawi. Zaman al-Mahdi AS adalah zaman ketika Tuhan menghadirkan sepotong kenyataan surgawi di dunia bagi hambah-hambahNya yang tulus.  

#Narasi di Ujung Senja (Inspirasi dari syuhbah-syuhbah Syekh Muhammad Nazim al-Haqanni)

SM, Rabiul awwal 1443 H.

Minggu, 10 Oktober 2021

BERUMAH DALAM USLAH

Dunia saat ini sedang dilanda pandemik. Virus Covid-19 menyebar bagai hantu keseluruh penjuru bumi. Dalam waktu yang singkat jutaan nyawa manusia terenggut oleh serangannya. Kematian begitu masif terjadi dari Timur ke Barat. Dunia sedang dilanda petaka dalam bentuk bencana kesehatan yang mengerikan. Dua tahun sejak pertamakali virus tersebut terjangkit di Wuhan China tahun 2019, kehidupan dunia dicengkeram pembatasan kegiatan di dalam rumah. Dunia nampak sedang istirahat dari hiruk pikuknya. Sepi seolah hantu-hantu berkeliaran di jalan-jalan untuk memangsa orang yang keluar dari rumahnya.

Sebelum pandemik Covid-19 seluruh manusia bumi begitu sibuk dengan dunia tiada henti, sepajang waktu, sejak matahari terbit hingga terbit kembali. Tiada waktu untuk jedah mengejar kehidupan duniawi hingga ‘lupa waktu’, seolah tidak ada waktu, yang ada adalah kerja, kerja dan kerja. Dunia akhir zaman menampakan wajahnya begitu nyata. Manusia hidup hanya untuk kesejahteraan dunia semata. Pasca pandemik virus, segera akan disusul bencana lain alam berupa pemanasan global yang akan berimpikasi pada makin banyaknya peghuni bumi yang akan lenyap. Dunia manusia akan terus menerus dirundung gelombang duka yang bergulung-gulung, menggilas tanpa ampun kehidupan manusia. Betapa malang kehidupan menjelang waktu akhir dari dunia ini.

Syekh Hisyam Kabbani menyebut: banyak orang yang telah mati, dan mereka memprediksi bahwa akan ada lebih banyak lagi orang yang akan mati. Oleh sebab itu kita harus mengikuti persiapan-persiapan yang diajarkan oleh para Awliyaullah dan membaca Hadits Rasululullah (saw) tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada akhir zaman. Kematian yang masif secara global sebagai dampak pandemi virus adalah bagian-bagian utama dari tanda akhir bagi zaman. Karena itu Syekh Hisyam mengajak kita mengikuti para Awliyaullah untuk memperoleh keselamatan di akhir zaman ini. Akhir zaman adalah perjalanan yang penuh onak bencana dan duri petaka, begitu berat bagi manusia. Manusia tidak akan mampu megahadapi suasana dan keadaannya dengan mengandalkan kemapuan manusiawinya (uang, organisai-negara, sains dan tehnologi). Karena seluruh kesulitan dan derita yang hadir pada kehidupan manusia di akhir zaman adalah hukuman Tuhan akan kealpaan manusia atas diriNya.

Telah diturunkan lengkap seluruh peringatan dalam teks-teks suci serta para utusanNya (para Nabi dan Awliyaullah), namun pembangkangan atas perintah dan laranganNya tetap saja berlangsung hingga hitungan abad berlalu. Maka setiap tangan akan menangung apa yang telah diperbuatnya di alam semestaNya ini, yang telah diperuntukan bagi kehidupan manusia sebagai kemurahanNya. Namun manusia tidak melihat itu sebagai kemurahan dariNya. Alam semesta dianggap tiada bertuan maka siapa yang memiliki kuasa dialah yang akan mengambil sebanyak-banyak kenimaktannya, bahkan dengan tanpa rasa puas. Terus-menerus begitu dengan tiada pernah lagi melihat lagi pada Tuhan yang menciptakannya untuk mereka.

Ada dua golongan yang menghuni bumi ini, satu golongan yang pempercayaiNya dan satu lagi yang mengingkariNya. Bagi yang mempercaiNya akan ada rahmat kebaikan sebesar kapasitas keperayaan yang dimilikinya. Bagi mereka diberi naungan dalam kepercayaanya pada spritualisme agama-agama samawi. Bagi kaum muslimin adalah kepatuhannya pada al-Quran suciNya dan Sunnah kekasihNya Nabi SAW, adalah naungan yang kokoh baginya.Jalan-jalan keselamatan akan di tunjukkan melalui keberkahan Rasullulah SAW melalaui ibadah yang dikerjakannya.

Segala apa yang menimpah ummat manusia diakhir zaman, adalah wujud kemarahanNya, kata  Syekh Muhammad Nazim al-Haqani.  Bagi ummat Rasulullalh, seharusnya dimaknai sebagai ‘peringatan’ untuk makin meningkatkan kedekatan kepadaNya. Dengan makin menjalankan ibadah secara lebih khusyuk dan kembali meneguhkan niat karenaNya semata-mata. Niat duniawi jika masih terlintas dalam benak, sedapat mungkin di tepis sedemikian rupa hingga, niat itu suci kembali kepadaNya saja sebagai yang Haq. Jalan-jalan para Awliyaullah sebagai tariqah, dapat menjadi contoh untuk dijalankan secara benar. Salah satunya apa yang dinamakan sebagai ‘uzlah dalam tasawuf. Tradisi ini berasal dari Rasulluah SAW yang diteruskan para sahabat dan ulama-ulama sufi atau Awliyaullah.

Selama dua tahun manusia dunia ‘terisolasi’ dalam rumah sebagai pelaksanaan kebijakan negara untuk menangani paparan covid-19. Sebagian besar manusia gusar dengan tetap dirumah tanpa kegiatan mencari kehidupan duniawi. Hal yang tidak bisa dilakukan bagi manusia modern. Melalui bencana pandemi ini, Tuhan ingin manusia kembali ke-diri-nya yang lebih sejati, agar bisa kembali mengenaliNya. Namun kelihatnya sebagian besar manusia tidak lagi bisa mendengar ‘teriakan’ surgawi yang amat besar itu. Dengan ‘kembali ke rumah’ manusia sepatutnya memahami sinyal surgawi itu untuk kembali ke-diri sejatinya dengan ibadah. ‘uzlah adalah jalan para orang-orang sholeh untuk kembali mengenal diriNya dengan mengambil posisi ‘mengasingkan diri’ terpisah dari yang ramai, agar bisa fokus untuk Tuhannya dalam ibadah yang intens.

Semangat materialisme sepanjang abad modern, menjadi akar dari keringnya semangat spritualisme manusia akhir zaman. Materialisme sebagai semangat kecintaan pada kebahagiaan duniawi sekaligus menyebab muculnya beragam ketidakseimbangan kehidupan, karena titik berat orientasi manusia hanya pada sisi materi, sementara sisi spritual terabaikan. Padahal hanya pada jalan spritualnya manusia bisa kembali kepada penciptaNya. Sisi yang terabaikan ini sesungguhnya ada hak untuk dilayani, karena merupakan bagian dari salah satu dari dua sisi hakikat eksistensi manusia. Bagi kaum beriman dengan jalan ‘uzlah kehidupan spritual itu akan makin subur karena adanya kedekatan pada Tuhannya.

‘Uzlah yang berarti ‘mengasingkan diri’ merupakan dasar semua ibadah yang baik. Ibadah yang khusyuk adalah ibadah yang dikerjakan karena ‘cara’ ‘uzlah. Artinya ketika ibadah itu dilaksanakan kita “tidak sedang dalam keramaian”, tetapi “kesunyi-senyapan diri yang sendiri” menghadap Tuhan. Jika masih ada dalam pikiran dan perasaan hati tentang dunia dalam proses ibadah itu, berarti ibadahya belum dilakukan dengan ‘uzlah. Hakikat uzlah sebagai pengasingan diri, adalah bahwa niat ibadah kita telah terhindar dari hiruk pikuk cinta dunia. Sehingga ibadah yang dikerjakan itu semata-mata karena menjalankan perintahNya, semata-mata sebagai bukti taat padaNya. Jika tercampur dengan urusan lain selain ‘penjalankan perintah’ atau ‘ketaatan’, maka ibadah itu dilakukan dengan tidak ‘uzlah. Ibadahnya menjadi ‘uzlah jika hanya ‘dirinya sendiri’ yang menghadapNya, tanpa embel-embel duniawi.

Melalui bencana pandemi Covid-19 ini, dan ragam malapetaka lainnya, sesungguhnya Tuhan yang Maha Pemurah, ingin agar ummat manusia ‘menyendiri dalam rumah hatinya’ bersemedi untuk merenungkan kembali hubungannya dengan penciptanya selama berabad-abad ini, apakah masih menerimaNya atau sudah “menolakNya” sama sekali. Bagai ummat Rasulullah menjadi momen untuk makin menunjukkan kesetiaan padaNya, pada kekasihNya dan pada para wakil kekasihNya, dengan makin kokoh dalam ketaatan akan perintah dan larangan suciNya. Menekankan pada hakikat ibadah yang bersendikan jalan ‘uzlah.

‘Uzlah adalah rumah yang damai untuk dihuni saat situasi yang demikian runyam saat di akhir zaman ini. Menarik diri dari keramaian (cinta dunia) kemudian memasuki bilik-bilik sunyi hati yang merindu pada ridhoNya melalui perintah-perintah ibadah yang diperkenankaNya, maka akan makin meguhkan keprcayaan pada diriNya sebagai iman yang dibutuhkan bagi kebahagiaan hidup lahiriah dan bathinia, dunia dan akhirat.

‘Uzlah adalah rumah hati yang sunyi dari kehadiran duniawi. Rumah tempat rohani manusia didiik bagi kedewasaan dirinya agar kokoh kakinya berpijak di tanah duniawi dan ringan langkahnya menuju pelataran surgawi. ‘Uzlah adalah jalan sunnah para utusaNya, sejak Nabi Irahim hingga jujungan mulia ummat manusia Muhammad SAW. Dan jalan yang ditempuh para pecinta utusanNya, para Awliyaullah sebagai alim, sholeh dan ulama sejati.

 ‘Uzlah adalah tempat dimana tidak ada pemandangan, pendengaran, pikiran dan perasaan yang akan mengalihkan perhatianmu dariNya. ‘Uzlah adalah usaha yang sungguh-sungguh menghidari keraiaman mahluk menhuju kesendirian bersama Pencipta.

#Narasi di Ujung Senja (inpirasi dari syuhbah-syuhbah Syekh Hisyam Kabbani tentang Tanda-tanda Kiamat)

SM, Rabiul Awal, 1443 H.           


 

Sabtu, 09 Oktober 2021

KREDO di SENJAKALA

Auzubillahi minasyaitani rajim

Bismillahi rahmani rahim

Almahdulilllahi rabbil alamin

 

Fase waktu sekarang sudah real akhir zaman, percaya atau tidak. Segala tanda kedatangan Imam Mahdi AS dan batas waktu duniawi makin dipercepat. Pergantian waktu begitu halus bagaikan embun yang meluncur di daun talas, tiada bekas. Orang-orang tetap mabuk dalam prahara duniawinya. Seolah segala sesuatu berjalan seperti sediakala.

Perlindungan utama sekarang ini adalah bersifat rohani (ibadah sungguh-sungguh, banyak mohon ampun/istegfar, berserah sepenuhnya pada kekuatan ilahiyah melalui kekuatan rohaninya Rasulullah, para ulama 'surgawi'/waliyullah/ guru-guru rohani yang kahsyaf). 

Kekuatan dunia (sains, kekuasaan politik, uang, militer, administrasi dll), secara perlahan dicabut efektifitasnya. Dunia sudah tidak efektif sebagai solusi, kemampuannya akan punah secepatnya. Doa adalah senjata kaum muslim (hadis). Seluruh ibadah yang benar hakikatnya adalah doa. Usaha manusiawi harus dilakukan hanya dalam niat ibadah demi keselamatan dari dunia perlahan semakin kehilangan cahayaNya.

Mari kita belajar secara perlahan, bercita-cita untuk kehidupan ukhrawi daripada menaru hidup pada harapan duniawi, kita harus mengerjakan urusan duniawi apapun bentuk kesibukannya dengan niat surgawi (bukan duniawi).

Di akhir zaman ALLAH SWT ingin menunjukkan kekuatan rohani (ketuhanan) yang selama ini banyak diingkari manusia. Kekuatan non rohani (material/duniawi) yang mendominasi, pelan tapi pasti, direduksi keampuhannya, ‘nur’nya diangkat perlahan sehingga akan kehilangan kekuatan sama sekali.

Tidak ada lagi urusan didunia di akhir zaman ini yang secara efektif bisa diselesaikan oleh manusia dengan segala potensi sumberdaya materialnya, kecuali oleh potensi sumber daya rohaniNya. Karena kekautan rohani adalah kekuatan Surgawi, maka kepadaNya kekuatan itu akan kembali.

Akan banyak fenomena ‘armagedon’ sebagai  wujud 'hukuman' sebagai cobaan dan ujian bagi kita semua menjelang waktu-waktu yang menentukan ini. Penderitanan ditimpakan demikian masif diseluruh penjuru bumi dan wajah alam semesta akan nampak menyedihkan. Kesengsaraan akan meliputi kehidupan manusia, seperti selimut yang melilit tubuh yang membeku dingin. Salah satu wujudnya adalah pandemik virus, bencana alam dan perang besar yang tak terkira.   

Hukuman ini terjadi karena selama manusia telah mengingkariNya, kehidupan mereka hanya disandarkan pada diri mereka sendiri dan melupakan penciptaNya. Nasf telah menjadi pembimbing utama bagi jalan duniawinya dan tidak melihat yang lain selain kebahagiaan nafs. Pengingkaran ini terefleksikan ketika mereka berkuasa tetapi berlaku tidak adil, berdagang tetapi tidak jujur, berilmu tetapi sombong, kaya tetapi tidak bersyukur, miskin tetapi tidak sabar, beragama tetapi munafik, berjihad tetapi ingin dikenal sebagai pemberani/pahlawan. Sumber utama seluruh kejahatan ini adalah kecintaan pada dunia yang berlebihan.

ALLAH SWT hanya ingin kita kembali pada diriNYA, sepenuhnya (tanpa syarat) menjadi HAMBA. Kembali kepada perintahNya dan laranganNya, kembali kepada kepatuhan pada sunnah kekasihNya, hambaNya, Muhammad SAW, sebagai penunjuk jalan utama menuju jalanNya kepada hadiratNya.

Jika jumlah penduduk bumi sekitar 7 milyar manusia, setengahnya akan habis, sebagai implikasi dari ‘hukuman’ yang diturunkan karena keingkaran manusia atas diriNya selama berabad-abad. Dunia akan dikembalikan pada posisi normalnya dalam titik equilibrium yang Sejati, sebagaimana awal ia diadakan. Sebelum akhirnya benar-benar game over’ untuk berlanjut pada fase waktu manusia berikutnya, di alam akhirat.

Ilmu-ilmu yang benar satu persatu dihilangkan. Masifnya kematian pada ulama-ulama alim dan sholeh, adalah bukti ‘kemarahanNya’; akan membiarkan manusia dalam kebodohan nafs/egonya, karena sepanjang masa telah menunjukkan kesetiannya pada perintah nafsnya saja. Setengah sisanya jumlah manusia yang tetap tinggal adalah yang di takdirkanNya untuk hidup. Sebagian dari mereka adalah yang diterima disisiNya (yang rhido atasNya dan diridhoiNya - orang-orang yang berada ‘di jalan lurus’ siratal mustakim), dan yang menjalankan keyakinan beragamanya dengan iman yang Benar, untuk menyaksikan kekuatan ‘surgawi’ melalui kepemimpinan shahibus saman (Sayyidina Mumammad Mahdi As.) di akhir zaman, sebelum ditutupnnya waktu biologis/duniawi bagi mahluk.

Bagi kaum beriman dianjurkan untuk tetap (dalam ayat) berpegang teguh pada ‘tali ALLAH’, melalui kebenaran ALLAH dalam firmanNYA dan kebenaran rasulNya melalui sunnahnya, serta kata-kata hikmah dari para awliyah Allah.

Dalam pandangan tariqah muktabar Naqsyabandiya Haqqani, caranya sederhana: memberikan cinta sepenuhnya pada maulana syekh Muhammad Nizam al-Haqqani, melalui berkahnya yang berasal dari ALAH melalui Sayyidina Muhammad SAW kepada Syekh Abdullah Faiz ad-Daqestani kemudian kepada beliau, cinta itu akan memberikan perlindungan dan keselamatan. ALLAH menuntut ketaatan padaNYA, pada rasulNYA dan ulil amri (hakikatnya adalah yang pemimpin kita ke jalan ALLAH/bukan jalan duniawi).

Kita semua adalah manusia yang penuh dosa, yang banyak mengambil dariNya tetapi mengabaikan kebaikanNya, mengingatNya hanya seadanya dan seperlunya saja (bukan dalam kesungguhan).

Hanya kepadaMU wahai yang maha Kuasa dan Perkasa kami memohon ampun, atas kebodohan nafsu kami, atas kejahatan nafsu kami, atas tipu muslihat nafsu kami. Ampun ya Rab.

Tidak terbayang derita ketika menghadapMu jika tanpa ampunanMu. Dosa ini akan membuat kami menderita di duniaMu maupun di akhiratMu. Melalui berkah kekasihmu sayyidina Muhammad SAW, kami memohon ampunMu dan memohon kabulMu atas doa ampun ini. Karena sesungguhnya Engkaulah yang maha Pengasih dan maha Penyayang dalam pengampunaNya. Allahummasalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad wa Sallim.   

 

# Narasi di Ujung Senja (inspirasi dari syuhbah-syuhbah Syekh Muhammad Nazim al-Haqqani)

SM, Syahban 1443 H.