Senin, 11 Oktober 2021

MERAYAKAN CAHAYA


Beberapa tempat di dunia sering diadakan pesta cahaya. Ada beragam motiv mengadakannya, terutama sebagai ekpresi seni. Di Perancis, terakhir ini mengadakan pertujukan cahaya untuk merayakan 100 tahun revolusi dan hari keadilan di sana. Cahaya dipilih sebagai obyek selebrasi. Mungkin belakangan para seniman baru menyadari cahaya dapat dijadikan obyek material eksploratif dalam karya seni. Dan tentu saja, cahaya hanya dapat disaksikan dalam gelap, maka pertunjukan cahaya itu umumnya dilakukan dimalam hari. Menara eiffel yang menjulang ke dilangit, berdiri seperti mengangkangi kota Paris. Cahayanya menggaris biru kelabu di kegelapan malam, menara seperti sedang berpidato tentang dirinya dan sejarah revolusi di Perancis. Cahaya telah menampakkan menara itu, yang seharusnya tidak nampak dalam gelap. Cahaya yang disorotkan padanya dan merambat disekujur tubuhnya, memungkinkan konstruksi baja itu dapat dipandang mata dalam kegelapan malam. Mata-mata yang memadangnya hanya bisa terkesima dan takjub. Hanya satu irama dalam kata Perancis yang sama: beau.

Cahaya telah memungkinkan manusia melihat dalam gelap. Neon-neon yang terpasang di langit-langit rumah, membuat kita dapat melakukan kegiatan malam hari di dalamnya. Sepanjang jalan, cahaya-cahaya merkuri menyirami jalanan yang sambung menyambung dalam kota, membuat pengendara bebas melaju ke tujuan. Pekerja tambang yang mendekam dalam perut gunung, mengerjakan pekerjaannya dengan penerangan cahaya karena kegelapan di dalamnya tidak mengenal siang maupun malam.

Manusia membutuhkan cahaya karena adanya gelap dalam kehidupannya. Baik cahaya buatan maupun cahaya alami. Cahaya dan gelap sudah ditakdirkan berpasangan sebagai dua hal yang saling ‘bersimbiosis-mutualisme’. Tidak ada sebutan bagi cahaya sebagai penerang tanpa keberadaan gelap. Kegelapan merupakan kelengkapan utama bagi fungsi penerangan cahaya. Malam dihadirkan untuk menantikan rembulan. Dan bulan hanya ingin menghadiri undangan malam untuk menyempurnakan keberadaannya. Gelap yang dilingkupi terang, seperti malam yang merigkuk dalam persembunyiannya dibalik cahaya rembulan. Dan dengan cahayalah semuan menjadi nampak, kecuali gelap.

Cahaya dapat pahami secara lahiriah dan batiniah. Secara lahir adalah cahaya yang dapat diinderai, secara batiniah adalah apa yang dapat memberi petunjuk pada yang baik. Cahaya adalah kebaikan itu sendiri dan sekaligus menampakkan apa yang tersembuyi (kebaikan). Bagi yang berada dalam gelap, dia membutuhkan cahaya sebagai petunjuk untuk mengetahui yang tersembunyi. Pegetahun adalah petunjuk bagi ketidaktahun.

Dalam sejarah Eropa, terdapat satu fase yang ditandai oleh para ilmuan sebagai era kegelapan. Kehidupan masyarakat Eropa abad pertengahan didomiasi kekuasaan gereja. Kekuasaan itu melumpuhkan kehidupan melalui otoritas doktrin agama yang membunuh kretatifitas akal. Tidak ada kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan mansyarakat, visi dan misi kemajuan rasional terbentur doktrin-doktrin gereja. Dominasi ini menimbulkan kemunduran bagi masyarakat. Hilangnya kebebasan ekspresi rasional, kekerasan dan ketidakadilan yang terjadi adalah kegelapan bagi masyarakat Eropa ketika itu.

The dark ages itu kemudian berakhir dengan hadirnya kembali ilmu pengetahuan rasional. Dimana pada abad kegelapan ‘cahaya’ itu dipadamkaan dengan segala cara. Ajaran agama di era pertengahan dianggap penopang era kegelapan. Kekuatan rasional kemudian muncul dalam wujud sains ilmiah menggantikan ototitas kebenaran gereja, maka Eropa kembali ‘bercahaya’. Sejak abad 15 proses pencerahan masyarakat Eropa terjadi signifikan, masyarakat memustuskan diri dari doktrin tradisonal masa lalu, dan memulai lembar sejarah baru Eropa modern dalam cahaya ilmu pengetahuan dan tehnologi.

Perayaan ‘cahaya ilmiah’ itu masih kokoh bertahan hingga kini dan menyebar sebagai pondasi peradaban universal bagi seluruh kehidupan, tidak hanya di Eropa tetapi seluruh benua yang ada di muka bumi. Selebrasi cahaya ilmiah ini merentang kurang lebih 7 abad. Dari awal abad pencerahan di Eropa hingga abad mutakhir saat ini. Manusia hidup dalam petunjuk penegtahuan ilmiah. Saat ini ilmu dan tehnologi adalah ‘cahaya kehidupan’ dalam perdaban manusia.

Catatan sejarah Arab juga menggoreskan sisi gelapnya. Era sebelum penobatan kenabian Rasulullah SAW, masyarakat Arab mengalami kegelapan masa jahiliyah. Era ini ditandai kemerosotan moral hingga ke titik nadir. Perbuatan cabul, mabuk, perjudian dan sex bebas dilakukan dengan kebanggaan. Yang kaya mengeksploitasi yang miskin. Wanita direndahkan seperti barang jualan, anak-anak perempuan yang lahir seringkali dibunuh karena dianggap membawa kesialan. Era jahiliah bangsa Arab adalah kegelapan. Dan era kegelapan ini berakhir dengan datangnya Rasululah SAW, sang pembawa Cahaya. Rasululah SAW membawa al-Quran yang dengannya bangsa Arab memasuki masa penuh cahaya petunjuk. Dalam waktu yang begitu singkat Rasululah SAW membawa kegelapan masa jahiliyah menuju masa masyarakat muslim yang diliputi keberkahan cahaya Qurani, cahaya surgawi dari ajaran agama yang suci.      

Dua arus sejarah, satu di Timur satu di Barat. Dua padangan kegelapan dan dua pandangan cahaya. Di Barat ‘ajaran agama’ dianggap sumber kegelapan, dan ilmu pengetahuan rasional sebagai petunjuk kehidupan. Di Timur, kemerosotan moral menjadi sumber kegelapan karena memperturutkan ego atau nafs manusiawi, dan ajaran-ajaran suci agama sebagai cahaya kehidupan.

Dua kehidupan dimana agama diperlakukan berbeda. Di Barat dianggap sebagai penyebab kemunduran peradaban, dan di Timur sebagai sumber kemuliaan perdaban. Barat menjadi tempat tumbuh suburnya ilmu ilmiah dan menjadikannya satu-satunya pegangan membagun peradaban. Dan Timur seharusnya tempat tumbuh suburnya peradaban berbasis ajaran Agama, namun kini sudah menjadi ‘bagian’ dari Barat. Inilah realitas di akhir zaman, cahaya sejati agama meredup, ‘cahaya’ ilmu pengetahuan rasional makin ‘terang benderang’.

An-Nur ayat 35 al-Quran menyebut : Allah adalah cahaya langit dan bumi. Alam semesta beserta isinya di lingkupi CahayaNya. Ajaran surgawi dalam agama adalah cahaya. Ilmu rasional manusia adalah cahaya. Hanya manusia menyelewengkan penggunaannya. Mereka tidak mengenali bahwa Tuhan adalah pemberi cahaya itu. Ajaran agama di Abad pertengahan menjadi pemantik kegelapan karena ajaran suci itu tidak lagi digunakan ‘demi Tuhan’ tetapi ‘demi nafsu manusia’. Ajaran agama yang di bawah Rasulullah mejadi penerang bagi kegelapan moral karena di dilakukan ‘demi Tuhan’. Pembawah amanah langit yang mulia ini, menjalankan perintahNya dengan iman yang tidak bercampur kemunafikan nafsu manusia.

Dan ilmu ilmiah yang menjadi petunjuk utama peradaban modern ini, juga telah diselewengkan penggunaannya. Ilmu ini telah dianggap sebagai milik manusia, bukan pemberian sebagai amanah dari Tuhan. Karenanya tidak digunakan ‘demi Tuhan’ tetapi ‘demi nafs manusia’. Ilmu digunakan semata-mata untuk tujuan duniawi, bukan untuk mengenal Tuhan dalam kesyukuran telah diberi ilmu/pengetahuan untuk mengelolah alam material manusia dalam memperoleh kesejahtreaan di BumiNya. Karena ilmu digunakan untuk kepentingan nafs manusia, ilmu dengan segala tehnologi yang diwujudkannya, kini menjadi sumber bencana bagi manusia secara mendasar. Manusia makin kehilangan kepekaan spritualnya untuk mengenal penciptanya, jiwa sudah hampa dari sensasi-sensasi surgawi. Ilmu dan tehnologi telah membuat manusia menjadi tuhan bagi dirinya sendiri. Disinilah sumber kemarahanNya. Kealpaan manusia pada yang Sejati, dan mensejatikan yang temporer.

Menurut syekh Muhammad Nazim al-Haqqani : sekarang kita hidup si zaman jahiliyah ke dua. Zaman jahiliah pertama adalah zaman ketika sebelum kemunculan Nabiyullah Muhammad SAW. Jahiliah pertama adalah kegelapan, ini syarat kedatangan sang Cahaya Muhammad SAW. Dan jahiliah kedua ini juga adalah kegelapan, dan ini juga syarat kedatangan sang Cahaya Muhammad al-Mahdi AS.

Zaman al-Mahdi AS kata syekh Nazim, adalah zaman pertunjukan Cahaya surgawi. Waktu selebrasi kekuatan surgawi di dunia yang selama ini diingkari sebagian besar manusia. Saat bagi para pencinta Kesejatian, mendapatkan tempatnya di langit-langit kemenangan sebagai bintang-bintang yang mempesona. Kegelapan kemunafikan kejahiliyaan akan berganti cahaya keimanan Kesejatian yang memperoleh berkah surgawi. Zaman al-Mahdi AS adalah zaman ketika Tuhan menghadirkan sepotong kenyataan surgawi di dunia bagi hambah-hambahNya yang tulus.  

#Narasi di Ujung Senja (Inspirasi dari syuhbah-syuhbah Syekh Muhammad Nazim al-Haqanni)

SM, Rabiul awwal 1443 H.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda