Minggu, 30 November 2014

RPJMN GENERASI KE TIGA


Oleh Syafruddin Muhtamar 



Masa transisi seringkali tidaklah mudah. Apalagi jika transisi itu terjadi di panggung politik kekuasaan. Perhelatan politik akbar mutakhir pemilu nasional, telah mendudukkan paket kepemimpinan baru pemerintahan periode lima tahun ke depan. Keterpilihan paket ini juga penanda dari akhir periode paket kekuasaan sebelumnya. Dimasa awal, presiden baru ini ekstra keras menghadapi situasi-situasi peralihan. Terutama berkenaan dengan visi misinya saat kampanye, yang harus mewarnai perencanaan pembangunan lima tahunan.   
Presidensial murni sebagai basis konstitusional kekuasaan pemerintah, memungkinkan setiap presiden terpilih meng-explore  harapan – harapan, cita-cita, gagasan-gagasan idealnya untuk diwujudkan sebagai konsep dalam rencana pembangunan. Dalam sistem perencanaan nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah tempat dimana visi dan misi presiden dapat dituangkan menjadi rencana-rencana pembangunan. Sifat sistem pemilu langsung ini membuka ruang ekspresi idiologis lebih luas bagi presiden terpilih untuk melakukan terobosan dalam pembangunan nasional.
RPJMN 2015-2019 yang telah dimuali tahapan menyusunannya oleh Kaninet Kerja Jokowi-JK, merupakan generasi III. Dua generasi RPJMN sebelumnya telah melewati masa berlakunya, materinya adalah visi misi presiden sebelumnya. Seluruh rangkaian pencapaian, evaluasi dan asumsi-asumsi obyektifnya sejak 2005 sampai 2014 dari dua generasi itu, akan menjadi dasar pertimbangan penyusunan RPJMN generasi III ini. Dimensi keberlanjutan menjadi pokok mengingat legislasi sistem perencanaan nasional membuat ikatan utuh mengenai perencanaan pembangunan yang, harus berpatokan pada RPJPN (Rencana Pembanguan Jangka Panjang Nasioal) 2005 – 2025. Beberapa turunannya seperti RPJMN, RKP, dan Resntra K/L juga adalah satu bagian tak terpisahkan. Bahwa grand dream dalam RPJPN menjadi arah utama pembangunan dan ketetapan arah kebijakan pada masing-masing level perencanaan menengah, itu juga tidak bisa dicerai – beraikan.
Terdapat dilema mendasar dalam masa transisi, berkenaan agenda perencanaan pembangunan lima tahuan presiden terpilih saat ini. Yang pertama dan utama adalah ‘ruang bebas’ yang diberikan konstitusi untuk membuktikan janji – janji kampanye lewat RPJMN, akan tak bermakna jika kandungan ‘idiologis’ visi misi itu asimetris dari ‘watak’ RPJPN dan arah determinatif RPJMN. Warna idiologi akan menjadi ‘kendala’ transformasi visi misi presiden ke dalam format rencana pembangunan jangka menengah itu.
Dilema lain adalah kemampuan menafsirkan gagasan-gagasan besar dalam visi-misi itu oleh lembaga perencanaan pemerintah agar sesuai dengan patokan arah kebijakan yang telah digariskan oleh UU RPJPN, khususnya untuk RPJMN 2015 – 2019. Jika menilik arah yang kendak dicapai oleh setiap tahapan pembangunan masa 20 tahun RPJPN, nampak bahwa bangunan tahapan itu adalah kesinambungan. RPJMN generasi pertama (2005-2009) penekanannya pada penataan kembali NKRI. Yang pada generasi kedua (2010-2014) arahnya adalah pemantapan capaian generasi pertama. Dan pemantapan yang kokoh pembanguan secara menyeluruh dikehendaki dilakukan pada RPJMN generasi ke tiga, dimana masanya segera berlaku 2015 hingga 2019. Hingga terwujudlah masyarakat mandiri, maju, adil dan makmur dalam generasi ke empat RPJMN 2020 – 2025. Upaya improvisasi terhadap RPJMN tertutup jika melabrak kaidah kesinambungan ini.
Bisa terbayangkan ‘Jalan Perubahan Untuk Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri Dan Berkeperibadian Berlandaskan Gotong Royong’ –nya Jokowi-JK yang ingin meneguhkan kembali jalan idiologis Trisakti dengan Nawa Citanya, akan menemui kesulitanya ketika harus disederhanakan hanya dalam format perencanan berjangka menengah. Subtansi dari gagasan fundamental dalam visi – misi itu selayaknya mendapat tempat yang setangkup dengan kebesaran nilai-nilai dasar yang dikandungnya. Disinilah ‘ruang bebas’ pengejawantahan cita-cita ideal dari visi misi ini akan kehilangan makna. ‘Ruang sempit’ RPJMN tidak cukup untuk menampung wibawah subtansi gagasan-gagasan besar dibalik jalan perubahan’ itu.
Dari segi waktu kehadiran, keberadaan ‘Jalan Perubahan’ itu terhitung terlambat, ketika jalan panjang perubahan kehidupan bangsa telah dipetakan pasca amandemen UUD 1945, dalam desain sistem RPJPN. Dan ketika setengah dari 20 tahun perjalanan peta jalan masa depan itu dilewati. Sehingga karena sempitnya ruang pernafsiran terhadap subtansi nilai-nilai dasar dari visi misi Jokowi-JK ini, maka akan berubah menjadi hanya ‘mengambil yang sesuai garis kebijakan’ sebelumnya. Visi misi itu akan mencocokan diri dengan arah kebijakan yang  telah ada. Dengan demikian, tidak semua subtansi akan terserap, hanya beberapa hal yang dianggap cocok dengan garis kebijakan, akan mengisi lembaran-lembaran RPJMN generasi III ini.
Ini adalah implikasi transisi politik kekuasaan terhadap rencana pembangunan. Ide-ide ‘agung’ dari jalan ideologi Trisakti dengan Nawacitanya, selama lima tahun kedepan akan mengambang di ruang hampa. Karena bagian kecil dari ide-ide itu akan berhenti hanya sebagai peraturan presiden dalam RPJMN. Keseluruhan jiwanya seharusnya menempati level Undang-undang, sehingga memungkinkan juga menjadi grand desain masa depan kehidupan nasional yang berjangka panjang. Diperlukan terobosan revolusioner mewujudkan komprehensitifitas visi misi tersebut.
Seperti, mendesainya dalam model Garis Besar Haluan Negara dengan level konstitusional yang lebih tingggi dari sekedar Undang-undang, sehingga keberadaannya ‘permanen’ dengan posisi setingkat dibawah UUD. Tentu saja dengan melepaskan visi misi itu dari identifikasi sebagi ‘jargon politik ampanye’, tetapi merupakan pengejewantahan kehendak rakyat. Jadi rakyat tidak sekedar hanya memilih pemimpin saja, namun sekaligus memberikan amanat atau mandat masa depan untuk dijalankan dalam periode pemerintahan. Tidak pantas bagi rakyat menunggu atau menagih janji kampanye, tetapi layak bagi mereka melihat pengabdian nyata atas mandat masa depan yang diberikan itu, dijalankan atau diabaikan.      

Label: ,