Senin, 06 November 2023

YANG LAMA TAK BERSUA, LALU BERLALU IA DARI WAKTU FANA (In memoriam Muhammad Riyada)

Oleh: Syafruddin Muhtamar

Sebelum masuk waktu duha, seorang kawan mengirim pesan WA: Innalillahi wainnailahi rojiun, Berita duka dadang riyada berpulang ke rahmatullah..... terkirim bersama sebuah foto dengan kalimat duka.

Wajah itu, tidak asing dan segera kesan wajahnya terpampang dalam labirin ingatan: sejak di kampus Universitas Muslim Indonesia, Fakultas Hukum, hingga saat terakhir bersua-ngopi 6 purnama lalu. 

Akrab dikampus sebagai mahasiswa potensial, aktivis HMI, dan menjadi presiden mahasiswa di eranya, BEM FH. UMI.

Pimpinan aksi berbagai gerakan mahasiswa untuk isu-isu nasional, dan memperjuangkan aspirasi mahasiswa secara internal di kampus. Sosoknya kemudian menjadi simbol perjuangan bagi penuntut perubahan, keadilan dan kebenaran.

Saya berpisah ketika rambutnya masih gondrong, saat itu di kampus. Anehnya, saya kembali bertemu, dalam prosesi yang tak dinyana: melihatnya dengan rambut yang kurang lebih sama, ketika saya ‘berpisah’ di kampus, saat lampau.

Bedanya, rambut panjangnya saat bertemu 'kali pertama' ini, sedang diikat dibelakang kepala. Rambut itu, membuat saya merasa tidak kehilangan kesan ‘idealis’ dari Bung satu ini.

Itu pertemuan pertama kami, setelah tak bersua selama 23 tahun, sejak tahun 2000 saya meninggalkan kampus FH. UMI. Bersama rekan seangkatannya yang lain, Fahri Bahmid (Akademisi - Lawyer), dan kawan-kawan yang lain, Muhammad Sulfahmi (Legal Corporate Staff) dan Ilham Arjuna (Lawyer-Aktivis NGO).


Kabar duka ini, tiba mendadak. Mungkin seperti kematian itu sendiri, kedatangannya tidak pernah masuk dalam ‘sangkaan’ jiwa. Kami berharap, setelah ngobrol-ngopi bareng itu, masih bisa bersua-sua kembali, denga tema obrolan yang lain, denganya.

Namun, kabar duka ini, telah membuat mustahil harapan ini terwujud. Betapa bahwa, takdirNya-lah, yang memegang kuasa atas harapan manusiawi kita.

Tidak ada yang berubah, dalam jumpa ‘pertama’ itu. Muhammad Riyada, dengan gaya khasnya sebagai aktivis, basis berfikirnya adalah ‘revolusi’. 

Perubahan mendasar atas kehidupan masyarakat bawah. Sebuah tipe yang kontinuitasnya konsisten pada pribadi sang aktivis. Seorang aktivis yang berfikir seperti cendikiawan.

Dengan garis ‘idealis’ itu, beliau membangun saluran-saluran aksi nyata, untuk medorong ‘revolusi’ dari akar rumput. 

Bermula bergabung dengan PBHI-Makassar, sebagai aktivis NGO. Selanjutnya, memberikan waktu, tenaga dan pikiranya sebagai Koordinator Nasional Gerakan Pemuda Tani Indonesia (GEMPITA), membangun kesadaran rakyat untuk kembali menjadikan dunia tani sebagai ‘basis kesejahteraan’ sosial. Koordinator Nasional KITRA (Koalisi untuk Kesejahteraan TNI POLRI), memperjuangkan kesejahteraan bagi pekerja keamanan dan ketertiban negara.

Dalam sua-obrolan itu, sepintas saya menangkap asa beliau: masih menyimpan sebuah agenda ‘besar’ perubahan masa mendatang. 

Namun seiring waktu yang berlalu ini, asa itu akan tetap menjadi ‘niat baik’, yang akan memuliakan pemiliknya.

Selamat jalan, dinda yang penuh keteguhan idealisme.

Jalanmu akan makin lapang, makin indah di alam sejati ‘di sana’, karena kerja-kerja dan niat baik bagi pemenuhan hajat orang banyak, telah bersamamu sepanjang hayat.  

Al-fatihah..  

     

SM. 07/11/2023

 

 

 

 

Minggu, 29 Oktober 2023

Dalam Maulid (Nabi Muhammad SAW) Mengenang Gurutta (Syekh Andi Syukri Karim)

Oleh : Syafruddin Muhtamar

Salah satu bulan mulia bagi kaum muslimin adalah Rabiul Awal. Bulan kelahiran mahlukNya yang paling dimuliakanNya, Muhammad SAW.

Bulan itu menjadi ajang bagi kaum muslimin mereflesikan kecintaan mereka kepada nabiNya dan rasulNya, kekasihNya.

Mengenang kelahiran mahluk paling istimewa, yang kelahirannya menjadi penanda kebangkitan Kebenaran Imani dan runtuhnya kebatilan nafs-amarah.


Bulan maulid Nabi SAW , langit semesta dipenuhi lantunan shalawat merdu, hantaran irama gendang mendayu, riuh rendah membacaan sejarah kelahiran, mengenang masa remaja, masa sebelum menerima amanah kenabian dan sejarah kepemimpinan dalam masa kenabiannya.

Bagi muslim nusantara, sejarah itu diakrabi dalam kitab Al Barzanji, bagi sebagian yang lain, khususnya dalam jamaah Tariqah Naqasyabandi (secara umum) akrab dengan kitab Maulid ad-dai'bay.

Kali ini, momen kelahiran Rasulullah SAW di pasangkan dengan mengenang hari wafat Gurutta Syekh Andi Syukri Karim.

Bulan kelahiran mulian Nabitta SAW, bertepatan bulan wafatnya salah seorang Mursyid Tariqah Naqsyabandy Khalidiah (TNK), dari jalur kemursyidan yang tersambung pada Syekh Prof. Dr. Jalaluddin, melalui Syekh Dr. Buya Mustari, hingga ke Almarhum Syekh Andi Syukri Karim, dengan posisi kemursyidan yang ke 39.

Dalam rangka milad dan haul ini, sebuah kepanitiaan kecil dibentuk oleh jamaah TNK.


Diketuai oleh H. Abdul Salam Kadir, SE., sekertaris Ustadz Syarif Liwang, dibawah pengawasan pembina Ustadz Muhammad Amir Jaya, Spd (Khalifah TKN). Dengan dukungan penuh segenap anggota Jamaah TNK.

Dirumah yang luasnya sangat memadai, prosesi maulid dan haul ini digelar.


Hamparan karpet bercorak ‘turkye’ memenuhi seluruh ruangan. Dari ruang tamu hingga ruang tengah. Warna karpet beludru berwarna dominan merah itu, membuat suasana nampak berbeda. Terkesan santai dan santun, tanpa prabotan rumah tangga, yang sering membawa kesan “kaku”.

Sebuah sepanduk berwarna hijau, membentang di dinding tengah, menjadi background utama perhelatan mulia ini. Terpajang penuh wibawah foto Syekh Andi Syukri Karim, dengan tulisan: Maulid Nabi Muhammad SAW dan Haul ke 6 Gurutta Syekh Andi Syukri Karim.

 

Berdiri di sudut ruang, hiasan batang pisang maulid yang indah dengan kembang warna warni, dan tiang-tiang ruas bambu telur, yang juga diberi kertas penuh warna ceriah.

Sebuah gambaran keceriaan dan keriangan hati para Jamaah TNK yang mengadakan majelis mulia tersebut.

Perhelatan ini diawali dengan pembacaan pujian-pujian indah (shalawat) bagi Baginda Rasulullah SAW, dengan lantunan badra yatim, salam alaika dan ya habibi, di pimpin oleh Master Ceremony (MC) Syahrir Dg. Rani, disertai koor seluruh hadirin peserta milad dan haul, merdu dan penuh hayat.

Lalu pembukaan oleh Khalifah Jamaah TKN Ustadz Muhammad Amir Jaya. Dalam pembukaan, beliau menekankan pentingnya kecintaan pada Nabiullah Muhammad SAW melalui peringatan Maulid dan juga terus membangun kecintaan pada guru Musryid, Gurutta Syekh Andi Syukri Karim, sebagai wasilah ketetsambungan menuju kecintaan pada Nabi SAW dan ridho Allah SWT.

 

Selanjutnya ada sambutan ketua panitia H. Abdul Salam Kadir, sekaligus beliau membaca dengan takzim naskah manaqib Gurutta Syekh Andi Syukri Karim.

Secara umum manaqib berkisah mengenai biografi lahir dan sambungan uzhul nasab dan aliran-aliran tariqah yang pernah di ikuti oleh Syekh Andi Syukri Karim.

Hal ini sudah sangat memadai untuk membangkitkan kecintaan pada almarhum Gurutta.

Mungkin, oleh khalifah TKN Ustadz Muhammad Amir Jaya, dianggap “perlu” untuk melengkapi naskah Manaqib, perlu ada testimoni oleh salah seorang Jamaah TKN, mengenai “kepribadian mulia” dari Syekh Andi Syukri Karim, sehingga dapat  tetap menumbuhkan tali kasih sayang para murid kepada mursyidnya.

Pada kesempatan ini, beliau memberi saya kepercayan untuk menyampaikan testimoni. Secara kebetulan, buku Gurutta yang berjudul “Assalatul Mikrajul Mukmninin”, disusun oleh saya.


Khalifah TKN berharap buku itu bisa menjadi salah satu “sisi” kepribadian beliau yang memiliki banyak ilmu-ilmu “rahasia”, dapat terwariskan pada murid-murid jamaah, khususnya pernah berguru langsung degan Gurutta dan sekaligus bukti ketinggian “maqam” dari Syekh Andi Syukri Karim, bagi Jamaah yang bergabung berikutnya.

Kesempurnaan majelis mulia ini, disempurnakan oleh Usdatz Syarif Liwang (Dai Mudah Kondang kota Makassar), dengan pencerahan-pencerahan beliau seputar tema urgensi penyelenggaraan Maulid bagi kaum muslimin dan beberapa topiknya juga dikaitkan dengan ilmu Tasawuf.

Suatu ‘kehormatan dan kebahagiaan’ tersendiri, karena dalam majelis ini turut hadir salah seorang anak dari Almarhum Gurutta.  Yang pada akhir sesi, setelah majelis usai, dengan ngobrol santai bersama, beliau mengugkapkan pengalaman-pengalaman “spritual” yang dialami sendiri dan dialami oleh orang-orang yang beserta beliau ketika berkunjung ke makam Almarhum Gurutta, untuk ziarah:

Ketika hendak berkunjung ke Makam, menjelang shalat magrib. Beliau merasakan hal yang tidak biasa, dari segi waktu dan jarak. Biasanya, jaraknya terasa agak jauh dan tentu sedikit makan waktu. Tapi kali ini, jarak makam dan tempatnya hendak beranjak, terasa pendek dan waktu tempuh juga terasa cepat sekali. Beliau merasa heran sendiri.

 

Dalam hemat saya, ini salah satu bukti kearifan Gurutta, sesungguhnya gurutta mengetahui sang anak akan mengunjunginya, ditengah waktu yang sangat kasib, waktu shalat magrib berjamaah. Sehingga beliau, dengan karamahnya, mempersingkat jarak dan pempercepat waktu, agar sang anak tetap bisa ikut shalat magrib tepat waktu (diawal waktu)- wallahua’lam.

Kata kaum Arifin (ahli makrifat), wali-wali Allah itu, dapat berbuat dan mempermuda urusan manusia di alam dunia, meskipun mereka sudah di alam barzah.

 Ada banyak cerita yang disampaikan oleh anak Gurutta ini mengenai, pengalaman-pengalaman “spritual” keluarga mereka berhubungan secara rohani dengan Almarhum Gurutta Syekh Andi Syukri Karim.

Semoga beliau (Syekh Andi Syukri Karim), senantiasa ditinggikan maqamnya di sisi Rasullullah SAW dan di sisi Allah SWT. Dan semoga Rasulullah SAW dan Allah SWT, selalu ridho dengan memberikan kemuliaan pada keluarga Gurutta dan orang- orang yang mencintai Gurutta Syekh Andi Syukri Karim.

Aamiin Ya Rabbal Alamin.

SM. 29/10/2023

Jumat, 17 Maret 2023

KENANGAN YANG HINGGAP HINGGA JAUH (Inmemoriam Prof. Dr. Muhammad Ashri, SH.,MH)

 


Jumat, saat hari belum memasuki siang, HP ditangan bergetar, sebuah sort masege masuk: Winner bro.. Belum sempat terbalas, HP sekali lagi bergetar, sebuah telepon.. Bro sudah dengar kabar.. Prof Ashri meninggal... . Tidak banyak perbincangan, hanya saling berjanji untuk niat melayat dan mengantar jenazah.

Sepanjang waktu singkat itu, terbayang pribadi yang dengan kapasitas keilmuannya telah mengantarkan kami berdiri di podium bergensi ujian promosi doktoral di  Fakultas Hukum Unhas, medio Agustus 2019.


Kabarnya beliau akan dimakamkan bakda sholat jumat, kata Dr. Winner Siregar, SH., MH. Kami berharap bisa melayat langsung di rumah duka, lalu mengatarkan beliau di rest area terakhir yang damai. Namun apa daya, ‘semesta’ berkendak lain: kami tiba dirumah duka yang sudah sunyi, hanya puluhan ucapan duka berbingkai bunga warna warni  berjajar rapi, memberi saksi kepergian jenazah Prof. Dr. Muhammad Ashri, SH., MH, sesaat lalu. 

Kursi-kursi tamu berseliweran tak rapi, diam membisu. Kami memasuki halaman rumah, yang pagar besi kuning kusam, sangat akrab rasanya, menyapa dengan kenangan, saat kami sering mengunjungi rumah itu untuk konsultasi menimbah ilmu dari almarhum. Mendekat di pintu, terdengar perbincangan dengan nada suara penuh duka. Kami hanya bertanya perlahan, kemana jenazah di makamkan?


Kami angkatan 2015 Program S3 di FH Unhas. Kebersaman dengan beliau di ruang kuliah terasa berbeda (menurut saya pribadi), kesan sosok pribadi sederhana dan penuh sahaja, terasa padu dengan Materi HAM yang diampuhnya dengan pola pengajaran melalui pendekatan filosofis. Kesan yang begitu akademik. Pengajarannya mengenai HAM dari sisi paradigma, sejarah dan konteks empiris, meresap dalam logika yang mudah dicerna namun membawa kedalaman makna yang memenuhi 'kantong-kantong' pengetahuan mahasiswa yang ‘penasaran’.

Segumpal rasa ‘bersalah’ menerpah kami, karena tidak sempat masuk dalam rombongan yang menghantar jenazah beliau menuju bumi pemakaman. Selang waktu dua jam membuat kami hanya dapat menyusul dan mengunjungi pusara beliau yang baru saja ditinggalkan seluruh keluarga, tetangga, sahabat, kolega dan mitra, usai penguburan dan doa talkin, yang dibaca khusus buat beliau.

Setelah perjalanan berkelok-kelok di sepanjang tepi jalan tol, kami memasuki area makam yang bagai taman tertata. Rumput hijau yang membentang, pohon kemboja yang masih remaja dan sederet pusara putih bagai rumah-rumah mungil yang tenang tanpa suara, seolah memberi isyarat bahwa penghuninya sedang ‘tidur pulas’ bagai bayi. Langkah kami makin mendekat dari makam yang tanahnya masih basah dalam gundukan berwarna coklat. Masih dinaungi tenda untuk menahan terjangan hujan.


Terbayang sesaat kekita: suatu waktu beliau merangkul pundak saya dengan lengan kanannya yang ‘ringan’, ketika usai saya sodorkan SK sebagai Promotor pertama untuk penelitian desertasi yang saya usulkan. Dengan lengannya masih di pundak, beliau berujar “promotor dan mahasiswa bimbigannya itu seperti keluarga, ibarat ayah dan anak. Setiap ada masalah, kesulitan disampaikan”

Hari itu wajah beliau nampak berseri dalam ketenangannya, karena sedang menanti hari bahagia anak beliau yang akan segera naik pelaminan. Saat saya temuai, beliau sedang mengedarkan undangan pernikahan anaknya, di ruang akademik.

Tepat berhadapan pusara yang masih berpola papan, kami berdiri layaknya patung. Tidak ada kata-kata, hening, angin juga berhembus lirih, membuat dedaunan pohon kamboja bergerak lemah. Hanya hati yang berguman, seolah sedang menyampaikan salam, bagi jiwa yang tengah semayam dialam barzah. Secara bergantian kami membaca doa buat beliau. Selebihnya susana ketidakmengertian yang terbawa serta bersama suasana kematian seperti ini. Hidup dan mati batasnya begitu tipis. Ketidakmengertian itulah demarkasinya.


Usai berdoa, hajat terasa sudah terpenuhi. Namun kenangan akademik masa proses bimbingan disertasi bersama beliau, datang satu persatu menyapa memori kenangan. 

Dalam waktu-waktu tertentu kami sering diajak bertemu di rumah beliau, untuk konsultasi atau untuk urusan administrasi. Suatu ketika kami berkunjung ramai-ramai, dan semua mengajukan masalahnya meskipun bukan mahasiswa bimbingan beliau langsung, beliau begitu terbuka memberikan masukan dan solusi, bahkan beliau merelakan macam-macam bukunya dipinjam untuk menangani problem teoritik yang di hadapi dalam penelitian kami, yang datang bergerombol itu.


Dikali lain, saat giliran beliau yang harus masuk mengisi kuliah. Siang yang agak terik, setelah berlalu sholat dhuhur, sebagian besar rekan sudah duduk dengan manis di kursi masing-masing. Saya yang agak belakangan masuk, melihat sang Professor sedang duduk di kursi besi yang memanjang di sisi luar tembok ruangan, sendirian. Berbaju wana abu-abu, lengan panjang, tergulung menghampiri siku. Meletakkan lembar kertas dalam map transparan, berisi materi yang hari itu akan disampaikan, menyilangkan kaki, duduknya begitu kokoh dengan ketenangan yang khas milik beliau. Sebatang rokok yang terjepit dijemarinya, menambah nuansa ketengannya yang dalam. Sepertinya beliau sedang menunggu seluruh mahasiswanya masuk dan agar juga menemukan suasana tenangnya dalam ruangan, baru beliau masuk dan memulai pengajarannya.


Namun peristiwa itu tidak biasa bagi saya. Ketika saya mengamatinya dari kejauhan, dan setelah melintas di hadapan beliau saat itu. Saya melihat gambar artistik: Beliau bagai seekor burung berbulu abu-abu, memisahkan diri dari kawanan, menepih sendirian di hamparan jalanan ilmu, menggamit hikmah pengetahuan dalam kesendirian yang penuh sahaja. Lalu terbang mengepakkan sayap lembutnya ke langit yang merona biru. Renungnya yang sublim, membuat beliau unik. Keunikannya membuatnya berbeda dari yang lain. Keunikan itu adalah ‘kesendiriannya’. Sebagai seekor burung yang terpisah dari kawanannya, beliau mengambil jalannya sendiri sebagai fisosof.

Selamat jalan Professor, guru kami, pembimbing kami dan “ayahanda” kami. Ilmu yang ditinggalkan akan menjelma kepak sayapmu yang abadi dalam amal jariah. Dan menjadi sumber bahagia dalam surga mungil dimana engkau saat ini bersemayam. 

Alfatihah untuk rohani beliau selamanya... Aaamiin Allahumma amin.

SM. Jumat, 18 Maret 2023